Jakarta (Greeners) – Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) kembali melakukan sensus sampah plastik. Dalam temuannya, sampah plastik masih banyak menumpuk di trashboom (penjebak sampah) Sungai Pogot Surabaya.
Sebanyak delapan orang melakukan sensus tersebut. Mereka mengumpulkan dan mengidentifikasi sampah plastik yang menumpuk di trashboom. Sampah plastik yang mengambang dan tertahan di trashboom tersebut, berasal dari pemukiman padat di sepanjang Sungai Pogot. Kurangnya fasilitas pembuangan sampah juga menjadi faktor menumpuknya sampah di Sungai Pogot.
“Dalam kurun waktu dua jam, delapan orang dari Komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) bersama Forum Kali Brantas Kediri mengumpulkan lebih dari tiga karung sampah. Seluruh sampah tersebut diambil dari trashboom Sungai Pogot,” ungkap Koordinator Program dan Kampanye BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban melalui keterangan rilisnya.
Koordinator sensus sampah plastik BRUIN ini menjelaskan, timnya akan mendata merek sampah yang terkumpul. Kemudian, jenis plastik dan asal produsen pun akan diidentifikasi melalui metode barcode scanning menggunakan alat barcode reader.
“Nantinya, data ini akan kami kompilasikan untuk mendata produsen mana yang sampahnya paling banyak kami temukan dan mencemari Sungai Pogot,” ungkap Kholid.
Sampah Sachet Mendominasi Sungai
Berdasarkan temuan tim BRUIN, sampah jenis sachet, bungkus makanan dan minuman bermerek (botol) sebanyak 77% paling banyak ditemukan. Sampah plastik tersebut telah menimbulkan polusi di sungai.
Tim BRUIN juga mengumpulkan sampel sampah sebanyak 480 bagian. Sampah itu merupakan hasil dari tiga karung sampah yang terkumpul dalam waktu dua jam.
“Sampah yang menumpuk ini terbawa saat hujan lebat, akhirnya masuk ke aliran sungai pogot. Kemudian, tertahan di trashboom lewat saluran irigasi. Selain itu, sampah yang mencemari Sungai Pogot juga berpotensi menjadi mikroplastik dan mencemari laut maupun pantai, jika tidak segera dibersihkan,” kata Kholid.
Tak hanya sachet, sampah lainnya seperti sedotan unbrand, styrofoam, dan tas kresek sebanyak 22% banyak mengambang di atas sungai dan tertahan di trashboom.
Tata Kelola Sampah di Kota Surabaya Masih Buruk
Kholid menambahkan, fenomena tumpukan sampah di trashboom Sungai Pogot menjadi gambaran buruknya tata kelola sampah di kawasan Kota Surabaya. Menurutnya, perwali tentang pembatasan plastik sekali pakai, terutama kresek yang berlaku di Surabaya, nyatanya belum mampu membendung masifnya penggunaan plastik sekali pakai.
“Perlu upaya keras dari Pemkot Surabaya untuk mengimplementasikan amanat dalam UU pengelolaan sampah dan perwali dengan membatasi aktivitas penggunaan plastik sekali pakai. Khususnya, di toko–toko, pasar tradisional, supermarket, dan kawasan pemukiman padat penduduk,” imbuh Kholid.
BRUIN juga meminta kepada Pemkot Surabaya untuk berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya untuk menyediakan layanan dan fasilitas sampah, terutama di pemukiman padat penduduk. Dengan demikian, warga tidak membuang sampah ke saluran irigasi maupun sungai.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia