Jakarta (Greeners) – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) menegaskan bahwa praktik illegal fishing dan masalah sampah di laut adalah masalah besar yang jika tidak segera diselesaikan akan berdampak bagi masyarakat dan lingkungan. Praktik illegal fishing sendiri akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia karena Indonesia yang terdiri dari 17,000 pulau dengan 4.000 pulau berpenduduk dan memiliki 99.000 km garis pantai, tentunya banyak yang menggantungkan hidupnya pada lautan.
Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dalam pelaksanaan Konferensi Kelautan Dunia PBB yang tengah berlangsung di New York sejak Selasa (06/06), ada tiga pembahasan pokok penting bagi Indonesia yang didiskusikan. Permasalahan paling utama, kata Luhut, adalah masalah sampah di laut. Kemudian illegal fishing dan bagaimana menjalankan implementasinya.
“Untuk Indonesia sendiri, Indonesia telah menerapkan beberapa aksi untuk mengurangi persoalan sampah ini, terutama yang bersifat sosialisasi,” terang Luhut seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (08/06).
BACA JUGA: Pemerintah Siapkan 1 Miliar Dolar AS untuk Kejar Target Indonesia Bebas Sampah
Pemerintah Indonesia, terusnya, telah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk mengatasi sampah plastik di laut yang didalamnya memuat tentang pengembangan bioplastik, pengelolaan sampah menjadi energi, daur ulang sampah serta penguatan kapasitas bagi pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah maupun memfasilitasi mereka agar bisa melakukan kerja sama di tingkat internasional dalam pengelolaan sampah.
Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah, Luhut mengaku pemerintah Indonesia telah bertekad untuk mengurangi penggunaan plastik dalam waktu delapan tahun dan menginvestasikan sebesar 1 miliar dolar AS untuk program pengelolaan sampah. Tekad ini pun dikatakannya telah masuk dalam Kebijakan Kelautan Indonesia.
Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) diluncurkan dalam Konferensi Kelautan Dunia yang digelar di markas besar PBB. Ia mengatakan peluncuran KKI menjadi salah satu agenda utama yang dipaparkan dalam sesi “Plenary Meeting” dengan 21 menteri dari berbagai negara. KKI, katanya, memiliki arti penting karena pemerintah Indonesia menyadari tanggung jawab besar yang diemban untuk menjaga kesehatan laut serta wilayah perairannya.
BACA JUGA: 11 Kementerian Susun Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Sampah Plastik di Laut
Perdagangan global juga dinilai sangat bergantung pada perairan Indonesia karena potensinya yang besar. Belum lagi Indonesia memiliki luasan hutan bakau dan padang rumput laut terbesar di dunia serta menyimpan 17 persen dari terumbu karang dunia.
“Untuk menjaga itu semua, kami menyusun KKI yang terdiri dari tujuh pilar, yaitu pengelolaan sumber daya kelautan dan manusia, pertahanan, keamanan dan penegakan hukum di laut, tata kelola laut, ekonomi maritim, infrastruktur, manajemen zonasi dan lingkungan laut, budaya maritim serta diplomasi maritim,” tambahnya.
Terkait kejahatan IUUF, Luhut mengatakan pemerintah Indonesia tengah bekerjasama dengan negara kawasan di Asia Tenggara dan Asia Pasifik serta negara-negara pasar seperti Uni Eropa, AS, China, Jepang dan Korea untuk menyusun instrumen kerja sama regional guna memberantas kejahatan di sektor perikanan.
“Karena kami sadar bahwa kejahatan ini tidak hanya terjadi di dalam negeri namun juga terjadi secara global,” tutup Luhut.
Sebagai informasi, pada Konferensi Kelautan Dunia PBB Luhut terpilih sebagai Wakil Presiden Konferensi Kelautan Dunia. Dengan terpilihnya Luhut, dia mewakili seluruh negara-negara di Asia-Pasifik dan akan memimpin beberapa sesi persidangan. Selain itu, purnawirawan jenderal itu juga bakal memberikan penilaian terhadap jalannya sidang kepada Presiden Konferensi. Sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia, Menko Luhut membawa sejumlah kepentingan nasional Indonesia.
Penulis: Danny Kosasih