Jakarta (Greeners) – Mangrove di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk kerap dikepung sampah. Menurut pengelola, sampah tersebut masuk ke laut dari hilir sungai Jakarta hingga tersangkut di akar mangrove. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kematian mangrove.
TWA Angke Kapuk memiliki luas 99,82 hektare. Letaknya di Kelurahan Kamal Muara yang bersebelahan dengan kawasan elit Pantai Indah Kapuk di Jakarta Utara. Jenis mangrove Rhizophora mucronata (bakau kurap) dan Avicennia marina (mangrove api-api putih) merupakan flora yang paling melimpah di kawasan TWA Angke Kapuk.
Namun sayangnya, tumpukan sampah mengancam kelestarian mangrove. Sampah yang berasal dari aktivitas manusia ini menyembur keluar dari laut saat air pasang dan masuk ke sela-sela pohon mangrove.
Petugas Konservasi TWA Angke Kapuk, Resijati Wasito yang akrab disapa Pak Jati mengatakan, saat ini hutan mangrove di TWA Angke Kapuk belum luput dari sampah.
“Sampah itu sebenarnya timbul dari sungai dan masuk ke laut, terus dari laut masuk ke sini. Sebab, setelah pasang, air yang masuk itu bawa sampah. Nah setelah masuk ke sini kan air surut terus nyangkutlah sampah itu di akar pohon api-api,” kata Jati kepada Greeners baru-baru ini.
Meskipun ada upaya menghalangi sampah dengan jaring di mulut sungai, namun sampah tersebut masih bisa masuk, bahkan tersangkut di pepohonan mangrove. Saat ini, petugas TWA Angke Kapuk terus melakukan pembersihan sampah secara rutin.
Jumlah sampah yang menyangkut juga dapat menyebabkan kematian mangrove api-api. Sebab lanjut Jati, akar pohon tersebut memiliki fungsi untuk bernafas dan ketika sampah mengepungnya, pohon itu akhirnya mati karena tidak bisa bernafas.
TWA Angke Kapuk Cegah Bencana dan Selamatkan Habitat
TWA Angke Kapuk yang didominasi oleh pepohonan mangrove ini terdiri dari tiga wilayah yakni kawasan lindung, konservasi, dan 10 persennya sebagai kawasan wisata.
Kondisi TWA saat ini sangat baik, 80 % lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pohonnya pun semakin banyak yang tumbuh besar. Penanaman juga terus dilakukan untuk mengurangi terjadinya berbagai bencana.
“Semakin kita banyak menanam manfaatnya bisa menahan abrasi, erosi dan mengendalikan air dari curah hujan tinggi bisa diserap oleh pohon-pohon mangrove,” ungkapnya.
Selain itu, keberadaan hutan mangrove di wilayah Jakarta yang banyak polusi ini dapat membantu menyerap karbon dioksida lima kali lebih banyak daripada hutan tropis. Selain itu, hutan mangrove juga mampu meredam gelombang besar termasuk tsunami.
Tidak kalah penting, fungsi mangrove saat ini bisa menjadi tempat habitat dan naungan bagi beberapa jenis satwa liar. Fauna di sana pun sangat beragam seperti burung bangau, berang-berang, dan burung raja udang.
Tempat Hidup Flora dan Fauna Langka
Kawasan ini dulu sempat digarap puluhan penambak liar ini. Lalu mulai direstorasi tahun 1998. Kini hutan mangrove TWA Angke Kapuk telah kembali hijau hingga ditumbuhi oleh tumbuhan langka yaitu pohon nipah dan pinus laut. Tidak hanya tumbuhan, kucing bakau dan lutung jawa pernah hidup di sini, namun kini sudah punah.
Sayangnya, fauna yang tersisa saat ini adalah burung bangau, berang-berang, biawak, dan buaya. Terlebih lagi, hewan seperti burung semakin berkurang karena perburuan di kawasan konservasi.
“Kawasan konservasi ini perlu keamanan ketat karena masih terjadi perburuan ikan. Saat ikan semakin dikit, burung tidak mau mencari makan di sini. Apalagi jika ada orang di malam hari yang beraktivitas di area sana, burung akan kabur,” tuturnya Resijati.
Menurut pria yang telah bekerja selama 21 tahun di TWA ini, sebetulnya masyarakat sudah tahu wilayah tersebut merupakan kawasan konservasi yang tidak boleh diakses sembarangan. Akan ada tindakan serius bagi para pelanggar.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin