Sampah dan Musim Pendakian Semeru

Reading time: 2 menit
Anggota pramuka, komunitas pecinta alam dan warga membersihkan sampah di sekitar Danau Ranu Pane pada acara Jambore Sapu Gunung Indonesia, Sabtu (30/04/2016). Foto: greeners.co/HI

Lumajang (Greeners) – Kios-kios di sekitar Kantor Balai Desa Ranu Pane, Lumajang, mulai dibuka satu per satu pada Sabtu, 30 April 2016. Pun demikian dengan warung yang berjajar di tepi jalan menuju gerbang pendakian ke Gunung Semeru. Salah satunya warung milik Fatkhurrohman, warga Tumpang yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Kur Bakso.

Ia terlihat menata kaos-kaos bergambar Gunung Semeru yang sebelumnya tersimpan rapi di etalase tokonya. Maklum, selama sekitar empat bulan kaos-kaos dan barang dagangan lainnya lebih banyak tersimpan di etalase karena pendakian Semeru ditutup. Selain berjualan aneka kaos dan perlengkapan outdoor, Pak Kur juga berjualan bakso di sana.

Sejak 1993, dia dan istrinya berdagang memanfaatkan musim pendakian Semeru yang berlangsung selama 8 bulan. “Tahun 2013 baru pindah ke toko ini,” ujarnya, Sabtu (30/4/2016).

Bupati Kabupaten Lumajang As’at Malik (tidak terlihat dalam gambar), Koordinator Sapu Gunung, Syaiful Rochman (ke dua dari kiri) dan Tuti Hendrawati Mintarsih (ketiga dari kiri) bersama perwakilan komunitas Savers sedang melihat kondisi Danau Ranu Pani. Foto: greeners.co

Bupati Kabupaten Lumajang As’at Malik (tidak terlihat dalam gambar), Koordinator Sapu Gunung, Syaiful Rochman (ke dua dari kiri) dan Tuti Hendrawati Mintarsih (ketiga dari kiri) bersama perwakilan komunitas Savers sedang melihat kondisi Danau Ranu Pani. Foto: greeners.co

Ia mengaku meraup penghasilan antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari ketika musim pendakian Semeru. Kalau jalur pendakian sedang ditutup, pak Kur lebih memilih pulang ke Tumpang untuk berjualan di sana. Banyak orang yang memperoleh manfaat dari wisata alam ini. Selain pedagang bakso atau membuka warung kopi, warga Ranupane sendiri juga banyak yang menjadi pemandu atau porter bagi pendaki.

Musim pendakian tidak selalu berdampak pada meningkatnya ekonomi masyarakat sekitar. Ada satu persoalan yang hingga kini belum kunjung terpecahkan. Yakni, bagaimana mengelola sampah para pendaki yang setiap tahun meningkat.

Sahabat Volunteer (Saver) Semeru yang berdiri sejak 1 Maret 2014 tergugah mengatasi persoalan ini. Selain memberikan edukasi kepada para pendaki melalui briefing sebelum berangkat mendaki, juga mengelola sampah yang dibawa para pendaki maupun mengangkut sampah yang ditinggalkan pendaki di gunung.

Cak Yo, biasa dia dipanggil. Koordinator Saver Semeru ini mengatakan, selama musim pendakian 2014, volume sampah mencapai 18 truk. Jumlah sampah ini meningkat menjadi 38 truk di tahun 2015. “Itu belum 8 truk yang bisa dijual,” ujarnya, Sabtu (30/4/2016).

Menurutnya, meningkatnya volume sampah ini bisa dilihat dari sudah banyak pendaki yang mulai sadarmembawa sampahnya kembali turun ke Ranupane, dan bisa juga jumlah kunjungan ke Gunung Semeru bertambah.

Komunitas Saver Semeru ini beranggotakan 35 orang yang terdiri dari gabungan relawan dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Kabupaten Pasuruan. Mereka mengaku peran pemerintah terhadap pengelolaan sampah di gunung masih minim. Cak Yo berharap dengan adanya program dari Komunitas Sapu Gunung yang mendirikan Bank Sampah di Ranu Pane bisa bermanfaat.

Menurutnya, program yang akan dilengkapi mesin pencacah sampah non organik dan pengolah sampah organik bisa menjadi solusi atas pengelolaan sampah di Ranu Pane sehingga sampah lebih bernilai ekonomis. Ia juga berharap ada masukan dari Komunitas Sapu Gunung untuk pemasarannya sehingga perputaran ekonomi dari Bank Sampah terus berlanjut.

Penulis: HI/G17

Top