Sampah Akibat Bencana Butuh Penanganan Khusus

Reading time: 2 menit
Tumpukan sampah akibat bencana banjir. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Direktur Penanganan Sampah Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan, Indonesia merupakan negara ring of fire dan tropis, sehingga rawan gempa dan bencana hidrometereologi yang berpotensi menghasilkan sampah.

“Indonesia adalah negara yang memiliki potensi terjadinya bencana seperti banjir, gempa, dan longsor. Oleh karena itu dikeluarkan PP Nomor 27 Tahun 2020 untuk atasi masalah sampah yang timbul akibat bencana ini,” kata Novrizal pada Festival Peduli Sampah Nasional, di Jakarta, (16/6).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 STAB termasuk dalam kategori sampah spesifik. Tahapan penanganan sampah ini dilakukan secara bertahap di antaranya pemilahan, pengangkutan, pemanfaatan kembali, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Novrizal menambahkan, sampah yang timbul akibat bencana (STAB) berisiko tinggi menimbulkan penyakit dan memperburuk keadaan lingkungan. Melalui kebijakan yang ada harapannya penanganan sampah bisa selaras dengan penanggulangan bencana.

Menurutnya, penanganan STAB tidak boleh sembarangan. Ada beberapa prosedur tata kelola dan pertimbangan yang memerlukan perhatian khusus.

Tahap penanganan STAB mempertimbangkan luas wilayah, volume jenis sampah, nilai guna sampah, hingga kesiapan sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Jika pengelolaan tak bijak, STAB berpotensi terakumulasi di tempat pembuangan akhir (TPA) dan tersebar di berbagai tempat sehingga dapat merusak lingkungan.

Bencana Hidrometeorologi Mendominasi 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.746 bencana pada tahun 2023. Dari total bencana, terdapat bencana hidrometeorologi antara lain banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.

Akibatnya 2.537 mengalami kondisi rumah rusak berat, 2.720 rusak sedang, dan 14.509 rumah rusak ringan.

Saat ini KLHK memiliki rencana tata kelola menangani STAB. Langkah-langkah tersebut yakni membuat area pemilahan di sekitar lokasi bencana dan area pengungsian. Sampah ini akan dipilah sesuai jenisnya seperti sampah bahan berbahaya dan beracun (B3), sampah binatang, sampah yang bisa didaur ulang, dan sampah lainnya.

Selanjutnya, sampah akan diangkut ke pusat daur ulang, bank sampah dan tempat pengelolaan lainnya untuk pemanfaatan serta pengolahan. Kemudian, sampah sisa akan diangkut ke TPA.

Banjir salah satu bencana hidrometeorologi yang menyebabkan kerugian material. Foto: Shutterstock

Rencana Kontingensi atasi STAB

Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Pangarso Suryotomo mengatakan, bencana hidrometeorologi bisa menimbulkan banyak sampah. Timbulnya sampah ini terbagi menjadi dua jenis yaitu sampah akibat bencana dan sampah yang datang saat bencana.

Melihat timbulan sampah yang tidak terkendali pascabencana, BNPB meresponnya dengan menyusun rencana kontingensi. Menurut Pangarso, pedoman ini bisa mengurangi sampah.

Proses perencanaan kontingensi adalah skenario dampak satu ancaman tertentu yang menunjukkan indikasi atau penanganannya menjadi prioritas. Oleh karena itu, penyusunan rencana kontingensi dapat membentuk mekanisme yang efektif jika terjadi keadaan darurat.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top