Jakarta (Greeners) – Keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak bisa dijadikan bagian dari rencana penambahan luas ruang terbuka hijau (RTH) kota. Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga pun menyayangkan beberapa pihak termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menyamaratakan RTH dengan RPTRA.
Berdasarkan Pasal 29 dan 30 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, RTH merupakan ruang yang memiliki dua fungsi utama tak tergantikan. Fungsi pertama adalah sebagai daerah resapan air dan kedua harus menjadi penyedia oksigen sehingga RTH kerap disebut sebagai paru-paru kota.
Sedangkan RPTRA dinilai lebih memiliki fungsi sosial ketimbang urusan lingkungannya. Hal ini nampak dari sebagian besar area RPTRA dibeton dan diperkeras sehingga tidak bisa menjadi tempat resapan air. Fungsinya hanya untuk sosial dan ruang publik.
BACA JUGA: Taman Kehati, Benteng Perlindungan Tumbuhan Lokal Indonesia
“RPTRA itu semangat awalnya kan memang untuk sosial dan dia ada di bawah Dinas Pemberdayaan Perumahan dan Anak. Pendekatan fungsinya juga berbeda dengan RTH. Kalau RPTRA pakai pendekatan fungsi sosial, sementara RTH fungsi ekologis,” kata Nirwono kepada Greeners, Jakarta, Rabu (25/07).
Ia pun menambahkan jika fungsi RTH adalah sebagai daerah resapan air, maka sebaliknya kondisi fisik RPTRA terdapat bangunan dan banyak dibeton atau diperkeras hingga 70 persen. Hal ini menambah jelas kalau RPTRA tidak bisa disebut bagian dari RTH.
Tentukan prioritas
Hingga September 2016, total luas RTH di wilayah Ibu Kota baru mencapai sekitar 9,98 persen. Adapun sesuai dengan aturan, sebuah daerah harus memenuhi target RTH hingga 30 persen dari luas wilayahnya. DKI Jakarta sendiri menargetkan luasan RTH mencapai 30 persen hingga 2030. Untuk mengejar target yang bahkan belum mencapai 10 persen tersebut, Nirwono mengingatkan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk kembali menentukan prioritas apa yang dibutuhkan Jakarta.
Menurutnya, selama ini permasalahan utama di Jakarta hanya dua yakni banjir dan macet yang berujung pada permasalahan polusi dan sosial. Nirwono sendiri menegaskan bahwa ia tidak melarang pembuatan RPTRA karena RPTRA tetap diperlukan terkait fungsinya dalam konteks sosial seperti tempat bermain anak dan fungsi interaksi sosial. Ia pun mengungkapkan kalau pembangunan RPTRA dan RTH bisa saja berjalan seiringan hanya saja ia menegaskan untuk tetap tidak bisa menyamaratakan RTH dan RPTRA.
“Harusnya kita konsentrasinya di RTH, kalau kita mau sekali jalan, RTH yang harus jadi prioritas. Karena kalau kita bangun RTH, ada minimal tiga fungsi tambahan yang bisa kita dapat, yaitu penambahan RTH yang terukur, lalu RTH itu juga kan ruang publik, ada taman bermain anak, tempat kumpul, dan RTH juga memiliki nilai ekologis yang tidak ada di RPTRA,” tegasnya.
BACA JUGA: Dinas Pertamanan DKI Jakarta Akan Tambah 63 Taman Kota
Sebagai informasi, setelah membangun 123 RPTRA tahun lalu, kini Pemprov DKI Jakarta akan membangun lagi sebanyak 100 RPTRA pada tahun 2017. Pembangunan 100 RPTRA tersebut menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebesar Rp150 miliar.
Sebanyak 100 RPTRA tersebut akan dibangun di lima wilayah kota. Di Jakarta Pusat akan dibangun 15 RPTRA, lima RPTRA di Kepulauan Seribu, 20 RPTRA di Jakarta Utara, 20 RPTRA di Jakarta Barat, 20 RPTRA di Jakarta Timur, dan 20 RPTRA di Jakarta Selatan.
Sebelumnya, di tahun 2016 sebanyak 16 RPTRA dibangun di Jakarta Pusat, 31 RPTRA di Jakarta Utara, 24 RPTRA di Jakarta Barat, 24 RPTRA di Jakarta Selatan dan 28 RPTRA di Jakarta Timur. Sementara selama 17 tahun atau tepatnya dari awal milenium hingga sekarang, pertambahan luas RTH di Jakarta hanya 0,98 persen.
Bahkan dalam lima tahun terakhir sejak zaman Jokowi sampai Ahok praktis tidak ada pertambahan RTH baru di Jakarta. Kalaupun ada, kata Yudi, RTH yang diresmikan oleh Jokowi dan Ahok bukanlah hal baru karena telah dirintis sejak era Fauzi Bowo. Tidak adanya pertambahan baru luasan RTH di Jakarta ditengarai karena salahnya strategi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta selama ini.
Penulis: Danny Kosasih