Risiko Perubahan Iklim: 25.000 Desa Semakin Terancam

Reading time: 2 menit
perubahan iklim di desa
Risiko Perubahan Iklim: 25.000 Desa Semakin Terancam. Foto: Shutterstock.

Sekitar 25.000 desa atau 89 juta hektar lahan di Indonesia mengalami peningkatan ancaman risiko iklim. Angka tersebut berdasarkan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Untuk itu, perlu ada intervensi lebih agar wilayah di Indonesia memiliki ketahanan iklim.

Jakarta (Greeners) – Pakar Klimatologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Rizaldi Boer, menyebut ancaman perubahan iklim semakin meningkat. Menurutnya, pemerintah perlu terus mendiseminasikan informasi terkait perubahan iklim hingga akar rumput. Program Kampung Iklim (Proklim) bisa menjadi salah satu prioritas untuk mencegah peningkatan risiko perubahan iklim khususnya di pedesaan.

Rizaldi menilai target pemerintah menciptakan dua puluh ribu kampung iklim pada tahun 2024 sudah sesuai. Menurutnya, jumlah tersebut mampu memberi dampak positif dalam penanganan iklim di tingkat tapak.

“Desa yang mengalami peningkatan ancaman risiko iklim tersebut melebihi dua puluh ribu desa. Jadi sangat beralasan bagaimana (Proklim) ini perlu kita prioritaskan,” ucap Rizaldi, dalam Dialog Kesiapan Strategi Para Pihak dalam Mendukung 20.000 Kampung Iklim, Senin (8/2/2021).

perubahan iklim di desa

akar Klimatologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Rizaldi Boer, menyebut ancaman perubahan iklim semakin meningkat. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Rekomendasi World Bank: Pengelolaan Dataran Rendah harus Terintegrasi

Optimalkan Dua Puluh Ribu Kampung Iklim dengan Dukungan Semua Pihak

Lebih jauh, Rizaldi mengatakan butuh dukungan dari berbagai pihak untuk mengoptimalkan fungsi dua puluh ribu kampung iklim. Dia menyebut program Kehutanan Sosial, sebagai salah satu bagian dari Proklim harus terintegrasi dengan program di sektor lain.

Dia menambahkan perlu ada identifikasi praktik baik dari berbagai pihak di desa-desa prioritas. Sehingga potensi dan kolaborasi dalam Proklim dapat berkembang.

Rizaldi juga menyebut kolaborasi pentahelix perlu menjadi dasar dalam implementasi proklim. Adapun pihak yang tergabung dalam kolaborasi tersebut yaitu masyarakat, akademisi, pebisnis, pemerintah, dan media.

“Dengan begitu, Proklim dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi tahan terhadap perubahan iklim, dan memiliki risiko emisi yang rendah,” jelasnya.

Proklim Menjembatani Kolaborasi Berbagai Pihak

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Ruanda Agung Sugardiman, menyampaikan potensi sumber daya yang ada harus dikerahkan dalam pengendalian perubahan iklim. Pasalnya, target dua puluh ribu kampung iklim pada tahun 2024 sangat ambisius.

Dia menyebut Proklim dapat menjembatani kolaborasi multipihak dan multilevel dalam aksi nyata pengendalian perubahan iklim hingga ke tingkat tapak. Menurutnya, program adaptif dan kolaboratif dalam penanganan perubahan iklim wajib menjadi program dan kegiatan yang implementatif dan terukur pencapaiannya.

“Jejaring kerja yang terbangun melalui proklim merupakan modal untuk mencapai target. Harus terus dikembangkan dan diperkuat. Setiap kemitraan bahu membahu menguatkan kapasitas mengendalikan perubahan iklim dan penurunan emisi GRK,” ucapnya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Top