RDF Rorotan Belum Jadi Solusi, Warga Keluhkan Polusi

Reading time: 2 menit
RDF Rorotan. Foto: Wika
RDF Rorotan. Foto: Wika

Jakarta (Greeners) – Pengoperasian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara, yang memiliki kapasitas 2.500 ton sampah per hari, mendapat kritik keras dari warga dan organisasi masyarakat sipil. Fasilitas ini dianggap mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga sekitar, terutama akibat asap dan bau yang menyengat.

Greenpeace Indonesia mengatakan, masalah utama dari bau tersebut berasal dari sampah yang tidak terpilah dan dalam kondisi kotor. Menurut Greenpeace, proyek RDF juga kurang transparan, tidak melibatkan partisipasi masyarakat, dan tidak memiliki kajian mendalam. Akibatnya, proyek ini justru merugikan warga sekitar.

BACA JUGA: Solusi Atasi Sampah Plastik Global Jangan Palsu

“Selain tidak menyelesaikan akar masalah, proses RDF juga menghasilkan polusi udara yang signifikan. Ini semakin memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ujar Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/3).

Menurut Greenpeace, mempertahankan operasional RDF bukanlah solusi untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta. Teknologi RDF yang mahal, seperti yang diterapkan di Bantargebang, hanya mampu mengolah 1.500 hingga 2.000 ton sampah per hari. Padahal, sampah harian bisa mencapai 7.500 hingga 8.000 ton.

Timbulkan Pencemaran Udara

Riset dari International Pollutants Elimination Network menyebutkan bahwa pengolahan sampah melalui RDF rata-rata mengandung hingga 50% limbah plastik campuran. Limbah plastik ini tergolong berbahaya yang kemudian dibakar di kiln semen dan insinerator. Kemudian, dampaknya akan menyebabkan pencemaran udara karena plastik dapat melepaskan zat berbahaya saat dibakar.

Juru Kampanye Isu Plastik dan Perkotaan Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar, mengkritik pemerintah yang terlalu mengandalkan teknologi mahal tanpa fokus pada pengurangan sampah dari sumbernya. Menurutnya, ini bukan solusi nyata, malah memperburuk dampak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Greenpeace mendorong pemerintah untuk beralih ke solusi yang lebih berkelanjutan. Misalnya, pengelolaan sampah berbasis pemilahan dan kebijakan ketat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ibar menekankan bahwa penanggulangan sampah di hilir tidak akan efektif jika masalah di hulu tidak terselesaikan terlebih dahulu.

“Pemerintah harus serius dalam menerapkan regulasi pengurangan plastik sekali pakai, termasuk insentif untuk sistem guna ulang (reuse) sebagai langkah serius untuk mengurangi dampak limbah plastik,” jelas Ibar.

Selain itu, Ibar juga menyoroti bahwa solusi seperti penggunaan deodorizer dan filter hanya mengurangi bau sampah tanpa menangani polusi udara secara signifikan. Dampaknya, masyarakat tak hanya terkena ISPA dan iritasi mata, melainkan juga bisa mengalami gangguan kesehatan, seperti iritasi kulit, dermatitis kontak, serta peningkatan risiko alergi pada kulit dan pernapasan.

Gurbernur Respon Keluhan Warga

Sementara itu, Gurbernur DKI Jakarta Pramono Anung langsung meninjau RDF Plant Rorotan dan melakukan dialog dengan warga terdampak. Ia juga sudah menginstruksikan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk segera melakukan perbaikan.

“Setelah melakukan dialog dengan warga, kami sepakat pada radius 4-5 kilometer dari RDF Plant Rorotan akan dipasang alat pemantau kualitas udara. Sehingga, kita bisa membandingkan kualitas udara imbas dampak dari RDF ini atau kualitas udara yang memang karena asap mobil, motor, dan sebagainya,” ujarnya.

BACA JUGA: Warga Piyungan Tolak Rencana Pembangunan TPST

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan menanggung biaya pengobatan warga yang terdampak akibat commissioning RDF Plant. DLH DKI pun telah melakukan langkah perbaikan untuk mengatasi bau dan meningkatkan efisiensi operasional RDF Plant.

DLH DKI telah mengosongkan 800 ton sampah selama tiga sampai lima hari dan melakukan commissioning awal tanpa sampah. Hal ini untuk memastikan semua sistem berfungsi secara optimal. Mereka juga telah mengoperasikan sistem deodorizer sepanjang waktu untuk mengurangi bau.

Selain itu, DLH DKI bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas Cakung. Mereka membuka posko layanan kesehatan untuk membantu warga yang terdampak oleh operasional RDF Rorotan. Mereka juga menyediakan layanan Puskesmas Keliling (Pusling) di kompleks warga. Hal itu guna memastikan kemudahan akses seperti melayani keluhan, penyuluhan, dan edukasi kesehatan.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top