Jakarta (Greeners) – Kawasan pesisir Indonesia menjadi salah satu wilayah yang rentan bencana. Oleh sebab itu, kajian mitigasi bencana harus melandasi pembangunan kawasan pesisir. Selain rawan tsunami, kenaikan muka air laut dan banjir rob menjadi ancaman kawasan pesisir Indonesia.
Sejumlah wilayah pesisir di Indonesia yang memiliki ancaman bencana tsunami yakni Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Maluku. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, sejak tahun 1600-2021 sudah ada 246 tsunami yang terjadi di Indonesia.
Periode tahun 1700-1799, tsunami yang terjadi hanya 12 kali. Kemudian pada periode tahun 1800-1899, tsunami yang terjadi di Indonesia melonjak hingga 88 kali. Hingga pada tahun 1900-2021, terjadinya tsunami di Indonesia meningkat hingga 5 kali lipat menjadi 135 kali.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, dalam membangun ketangguhan wilayah dan komunitas pesisir perlu menghadapi dan mencari solusi dari sejumlah tantangan yang ada.
“Tantangan yang kita hadapi kompleks dari fenomena tektonik, non tektonik, vulkanik. Belum lagi fenomena klimatologi dan cuaca. Sebenarnya fenomena itu juga ada interaksinya. Selain kompleks, frekuensinya juga semakin meningkat dan ketidakpastiannya juga semakin meningkat,” kata Dwikorita dalam webinar terkait ketangguhan wilayah pesisir di Jakarta, Kamis (2/12).
Untuk menjawab tantangan tersebut, butuh observasi dan data yang lebih kuat, sistematis dan berbasis inovasi teknologi berkelanjutan. Kemudian ada tantangan socio economical diversity yang memerlukan kesadaran dan pemahaman masyarakat pesisir terhadap teknologi yang ada.
“Masih perlu adanya awareness improvement juga pemahaman. Karena teknologi semaju apapun ternyata kalau masyarakat di pantai kurang merespon, tidak terampil melakukan evakuasi mandiri maupun kolektif pengembangan teknologi itu menjadi sia-sia,” paparnya.
Ancaman Bencana Bagi Masyarakat Pesisir
Dalam memperingati World Tsunami Awareness Day setiap 5 November, Lead Partner Ina2CORE Indonesia Jan Sopaheluwakan mengungkapkan, sejumlah wilayah di Indonesia termasuk pesisir menghadapi ancaman tsunami yang bisa terjadi kapan pun.
“Seperti di Sumatera Barat jelas ini jarum jam masih terus berdetik (ticking) begitu. Kita harus membangun kesiapsiagaan dan membangun residensi di khususnya di pesisir barat dari Sumatera Barat, Bengkulu dan sekitarnya,” katanya.
Selain itu, berdasarkan data BMKG terdapat beberapa wilayah yang masuk dalam lokasi siaga terdapat fenomena La Nina. Lokasi yang masuk prioritas ketahanan iklim untuk sub sektor pesisir seperti Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung. Selain itu ada pula Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto mengungkapkan berbagai hal yang menjadi dampak dari terjadinya La Nina di pesisir.
“Dampak yang ditimbulkan oleh La Nina pada sub sektor pesisir ini adalah penurunan produksi perikanan budi daya pesisir dan tambak. Hal ini terjadi karena potensi bahaya banjir yang cukup tinggi hingga kerusakan infrastruktur dan kawasan pemukiman penduduk karena banjir, rob hingga abrasi pantai,” paparnya.
Perkuat Sistem Ketahanan Bencana
Arifin menuturkan sebagai langkah antisipasi dan mengurangi risiko bencana termasuk bencana hidrometeorologi, Bappenas mengusulkan adanya penguatan sistem ketahanan bencana. Sistem ini merupakan transformasi dari sistem penanggulangan bencana sebelumnya.
“Dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi risiko bencana termasuk bencana hidrometeorologi, Bappenas mengusulkan penguatan sistem ketahanan bencana yang merupakan transformasi dari sistem penanggulangan bencana yang telah diupayakan sebelumnya agar lebih efektif dan efisien,” ungkapnya.
Sistem ketahanan bencana meliputi pengembangan data bencana yang terintegrasi, penguatan sistem peringatan dini, peningkatan investasi dan pembiayaan untuk penanggulangan bencana.
“Perlu pula peningkatan sistem ketahanan masyarakat melalui literasi, kesadaran dan pemberdayaan, memperkuat koordinasi kolaborasi pemangku kepentingan serta meningkatkan investasi serta pembiayaan untuk untuk penanggulangan bencana,” tandasnya.
Penulis : Fitri Annisa