Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan selama Ramadan terjadi peningkatan sampah 5 %-20 %. Oleh karena itu KLHK mendorong dan menggaungkan Ramadan minim sampah.
Dari pantauan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK dari peningkatan 5%-20 % sampah di sejumlah daerah itu, komposisi terbesar adalah sampah makanan.
Direktur Pengurangan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK Sinta Saptarina mengatakan, pada Ramadan 2023 ini, KLHK memberikan perhatian khusus terhadap persoalan sampah.
Ia mengungkap, bulan Ramadan mengharuskan masyarakat menahan diri dari konsumsi makanan tapi justru terjadi peningkatan sampah. Terlebih, jumlah penduduk terus bertambah, sampah meningkat, pelayanan pengelolaan sampah belum memadai sehingga tempat pemrosesan akhir (TPA) over capacity.
“Perilaku konsumtif masyarakat “lapar mata” berpotensi meningkatkan jumlah makanan yang terbuang karena tidak habis kita konsumsi,” katanya dalam diskusi virtual Pojok Iklim Ramadan Minim Sampah, Rabu (5/4).
Timbulan Sampah Nasional
Berdasarkan data Jakstranas 2022, total timbulan sampah nasional yakni sebesar 69,2 juta ton per tahun. Sementara berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), komposisi sampah terbesar didominasi sisa makanan sebesar 41,2 % dan plastik sebesar 18,2 % serta kayu atau ranting sebesar 13,5 %.
Komposisi sampah berdasarkan sumber sampahnya terbesar berasal dari sektor rumah tangga yakni sebesar 39,2 %, lalu pusat perniagaan sebesar 21,2 % dan pasar tradisional sebesar 16,1 %.
Ia mendorong peran aktif para aparat di pemerintah daerah untuk turut menjadi role model penerapan gaya hidup minim sampah pada bulan Ramadan di masyarakat.
Sinta membagikan beberapa tips dan trik ramadan minim sampah. Mulai dari menghabiskan makanan tanpa sisa, memasak secukupnya, dan memanfaatkan sisa bahan makanan menjadi kompos.
Khusus di bulan Ramadan, kita juga harus rajin menyusun rencana menu sahur dan berbuka puasa, menerapkan food preparation. Kemudian menyiapkan menu dan daftar belanja, serta belanja tanpa kemasan.
Sementara Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hayu Prabowo menyatakan, fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan menyadarkan agar masyarakat tak bersikap boros dan berlebih-lebihan memanfaatkan potensi bumi. Sebab, sikap ini dapat memicu potensi kerusakan seperti pencemaran lingkungan.
Ia juga mendorong agar momentum Ramadan sebagai pengingat agar senantiasa masyarakat berkesadaran untuk mengelola hawa nafsunya, seperti saat makan.
“Saat berbuka puasa atau sahur kita mendorong agar menakarnya. Kita hindari makanan berlebih, simpan untuk orang lain. Jika ada sisa maka bisa kita bagikan pada ternak hingga pengurai,” paparnya.
Berkah dalam Makanan
Hayu menambahkan, umat Muslim hendaknya mencari keberkahan dalam sebuah makanan. “Bukan justru membuang-buang makanan mengingat kita, Indonesia juga sebagai negara kedua yang berkontribusi terhadap sampah sisa makanan,” kata dia.
Koordinator Divisi Lingkungan Hidup Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana PP Aisyah Hening Parlan mengungkapkan, beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengajarkan agar manusia tak merusak lingkungan.
Misalnya surat Al-A’raf ayat 56 yang memerintahkan agar manusia tak berbuat kerusakan di bumi setelah Allah perbaiki. Lalu surat Al-A’raf ayat 31 yang memerintahkan untuk makan dan minum tak berlebihan karena Allah tak menyukai orang berlebihan.
“Oleh karenanya, momentum Ramadan ini kita gunakan untuk mempraktekkan ajaran agama sekaligus memberi dampak positif ke lingkungan,” tandasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin