Jakarta (Greeners) – Selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran produk pangan yang tidak memenuhi syarat dan keamanan mutu. Hingga tanggal 10 Mei 2019, BPOM telah menyita 170.119 kemasan produk pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) dari 796 sarana distribusi dengan total nilai keekonomian mencapai lebih dari 3,4 miliar rupiah.
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan data intensifikasi pangan tahun 2018, terjadi peningkatan jumlah dan besaran nilai keekonomian temuan pada tahun 2019. Pada periode tersebut, pemeriksaan dilakukan terhadap 1.726 sarana ritel/distributor pangan. Ditemukan 110.555 kemasan produk pangan TMK dari 591 sarana distribusi dengan total nilai keekonomian lebih dari 2,2 miliar rupiah.
“Peningkatan jumlah dan nilai keekonomian temuan tersebut merupakan hasil dari semakin meluasnya cakupan pengawasan intensifikasi pangan hingga ke kabupaten dan kota. Khusus Ramadan dan jelang Idul Fitri kebutuhan dan permintaan akan produk pangan terutama produk pangan olahan akan lebih kita intensifkan lagi pengawasannya hingga nanti setelah Idul Fitri,” kata Penny dalam konferensi pers Pengawasan Pangan Selama Ramadan, Senin (20/05/2019).
BACA JUGA: BPOM Musnahkan Obat dan Makanan Ilegal Senilai Rp10,7 Miliar di Surabaya
Lebih lanjut Penny mengatakan bahwa pengawasan akan ditargetkan pada pangan olahan Tanpa Izin Edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak serta pangan jajanan berbuka puasa (takjil) yang kemungkinan mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, dan pewarna dilarang (rhodamin B dan methanyl yellow).
Intensifikasi pengawasan pangan Ramadan dan jelang Idul Fitri yang dilakukan BPOM untuk tahun 2019 sudah dilakukan sebanyak tiga tahap. Tahap I pada 22-28 April 2019, Tahap II pada 29 April-4 Mei, dan Tahap III pada 5 Mei-11 Mei 2019.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Greeners, pada Tahap III telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.834 sarana ritel dan distribusi pangan yang terdiri dari 1.553 sarana ritel dan 281 sarana gudang distributor/importir. Hasil pemeriksaan ditemukan 170.119 kemasan produk pangan rusak, kedaluwarsa, dan ilegal (TMK) dari 796 sarana distribusi dengan total nilai keekonomian mencapai lebih dari 3,4 miliar rupiah.
BACA JUGA: BPOM Bentuk Konsorsium Vaksin dan Pengembangan Produk Biologi Lainnya
Temuan pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Kendari, Jayapura, Mimika, Palopo, dan Bima, dengan jenis produk susu kental manis, sirup, tepung, makanan ringan, dan biskuit. Untuk temuan pangan rusak banyak ditemukan di Palopo, Banda Aceh, Bima, Kendari, dan Gorontalo, dengan jenis produk pangan yang rusak yaitu susu kental manis, sereal, minuman teh, ikan dalam kemasan kaleng, dan minuman berperisa. Sementara untuk temuan pangan ilegal banyak ditemukan di Kendari, Tangerang, Makassar, Baubau dan Banjarmasin, dengan jenis produk garam, makanan ringan, cokelat, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), dan minuman berperisa.
Untuk pangan jajanan berbuka puasa (takjil), dari 2.804 sampel yang diperiksa oleh petugas BPOM di berbagai kota di Indonesia, terdapat 83 sampel (2,96%) Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok agar-agar, kelompok minuman berwarna, kelompok mi, dan kelompok kudapan. Temuan bahan berbahaya yang banyak disalahgunakan pada pangan yaitu formalin (39,29%), boraks (32,14%), dan rhodamin B (28,57%).
”Apabila dibandingkan dengan data intensifikasi pangan pada tahun 2018, tahun ini terjadi penurunan persentase produk takjil yang TMS. Pada pelaksanaan intensifikasi Tahap III tahun 2018, sampel yang tidak memenuhi syarat sebesar 5,34%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan pemahaman pedagang takjil yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan semakin meningkat,” kata Penny.
Penulis: Dewi Purningsih