Jakarta (Greeners) – Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada Minggu (4/12) tak berpotensi menimbulkan tsunami seperti yang Badan Meteorologi Jepang serukan.
Sebelumnya, Pemerintah Jepang memperingatkan jika lava dan gempa terus terjadi maka tsunami berpotensi menerjang dua wilayahnya yaitu Pulau Miyako dan Yaeyama di Prefektur Selatan Okinawa.
Koordinator Gunung Api PVMBG Oktory Prambada mengatakan, dampak erupsi saat ini yaitu abu vulkanik, utamanya di bagian barat daya, barat dan selatan Gunung Semeru. Kemudian awan panas menjangkau kurang lebih 13 kilometer ke arah tenggara.
Ia menyebut, Pemerintah Indonesia telah mengkonfirmasi ke media publik Jepang NHK dan JMA bahwa erupsi Semeru tak berdampak tsunami.
“Erupsi Semeru ini kejadiannya di darat. Tidak sampai ke laut, bahkan ini awan panas,” katanya kepada Greeners, Kamis (8/12).
Ia menyebut, saat ini aktivitas Semeru masih masuk level tertinggi, yaitu level IV atau awas. Selain dampak abu vulkanik dan awan panas, aktivitas Gunung Semeru juga menyebabkan gempa dengan intensitas yang masih tinggi.
Menurutnya, ada catatan kegempaan yang berhubungan dengan suplai magma sejak bulan Oktober lalu.
“Kami mendeteksi bahwa ada supply yang intensif yang dimulai pada bulan Oktober 2022. Hal ini menyebabkan kejadian-kejadian alam seperti erupsi dan awan panas guguran di bulan berikutnya,” ungkapnya.
Berstatus Awas
Dengan status Gunung Semeru yang masih Awas, PVMBG memperingatkan agar masyarakat tak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Bobokan sejauh 17 km dari puncak (pusat erupsi).
Sementara di luar jarak tersebut masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan. Larangan ini karena ada potensi perluasan awan panas aliran lahar hingga 19 km.
“Untuk lahar masih sangat tinggi berpotensi melanda daerah KRB I atau kawasan yang berpotensi terlanda lahar atau banjir lahar. Sehingga direkomendasikan untuk menjauh dari zona kawasan rawan bencana,” tuturnya.
PVMBG juga merekomendasikan agar masyarakat tak melakukan aktivitas dalam radius 8 km dari kawah atau puncak Gunung Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu pijar.
Erupsi Semeru Tak Berhubungan dengan Tsunami
Hal senada juga Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno sampaikan.
Menurutnya, erupsi Semeru tak ada hubungannya dengan gempa yang memicu tsunami. “Justru sebaliknya gampa mungkin memicu erupsi. Tapi kasus Semeru ini erupsi dulu,” katanya.
Ia menambahkan, kecenderungan erupsi Semeru sekarang dipicu oleh curah hujan. Padahal, sejak tiga tahun lalu Semeru memunculkan erupsi jenis awan panas guguran.
“Ini merupakan perubahan dari sebelumnya yang merupakan erupsi strombolian dengan kolom erupsi vertikal I,” imbuhnya.
Sebelumnya, Gunung Semeru meletus pada Minggu, (4/12) sekitar pukul 02.46 WIB dengan tinggi kolom abu 1.500 meter di atas puncak gunung sekitar 5.176 meter di atas permukaan laut. Erupsi tersebut terekam dalam seismograf dengan amplitudo maksimum 35 milimeter dengan durasi 0 detik.
Secara kegempaan, seismograf mencatat delapan kali gempa selama letusan dengan amplitudo 18-22 milimeter dan durasi sekitar 65-120 detik. Masyarakat mulai mengungsi. PVMBG telah menaikkan status Gunung Semeru yang sedianya level 3 menjadi level 4 atau Awas mulai Minggu (4/12) pukul 12.00 WIB.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin