Malang (Greeners) – Pusat Studi Hukum HAM (Human Rights Law Studies) FH Unair dan Serikat Pengajar HAM (Sepaham) Indonesia menyoroti ketidakpatuhan pemerintah dan PT Semen Indonesia (dulu Semen Gresik) terhadap Putusan Mahkamah Agung PK No. Register 99 PK/TUN/2016 terkait Pembatalan Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Semen Gresik tbk di Rembang.
Herlambang P Wiratraman dari Pusham Unair menyatakan, ada pembelajaran dalam kasus Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung yang dikeluarkan pada 5 Oktober 2016 lalu. Dalam putusan ini, kata Herlambang, MA memenangkan atau mengabulkan permohonan warga Kendheng atas pembatalan izin lingkungan PT Semen Indonesia yang dikeluarkan perizinannya oleh Gubernur Jawa Tengah.
Hakim yang memutus putusan di Mahkamah Agung terdiri dari Hakim Ketua Irfan Fachruddin, Hakim Anggota Yosran dan Is Sudaryono, dan Panitera Pengganti Maftuh Effendi.
BACA JUGA: Gugatan Warga Rembang Ditolak, Walhi Jatim Gelar Eksaminasi
Dalam putusan itu disebutkan bahwa gugatan para Penggugat (warga Kendheng) dikabulkan seluruhnya; menyatakan pembatalan terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk di kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah; mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tangga 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
“Uniknya, bertolak belakang dengan kenyataan bahwa ada upaya sejumlah pihak yang mendelegitimasi atau tidak menerima putusan MA, yang objek gugatan berupa Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambang dari Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia,” kata Herlambang dalam keterangan persnya yang diterima Greeners, Kamis (1/12).
Herlambang menyebutkan, permasalahan yang terjadi bukan semata di tingkat perusahaan, melainkan pula keterlibatan para aparat penegak hukum, pejabat daerah maupun pusat, bahkan di level pemerintah pun, diminta untuk bersikap tegas dan lugas dalam menegakkan hukum Indonesia.
“Sejumlah pejabat daerah dan bahkan nasional, ramai-ramai menegaskan dukungan pada PT Semen Indonesia untuk mengabaikan putusan Mahkamah Agung tersebut, sebagaimana dilakukan oleh DPR RI Komisi IV usai kunjungan kerjanya di lokasi industri,” ujar Herlambang mengutip beberapa berita di media nasional.
BACA JUGA: Pembangunan Berbasis Jawa Sentris Picu Bencana Ekologis Pulau Jawa
Herlambang menambahkan, argumentasinya selalu dikaitkan dengan “nasionalisme, investasi yang sudah mendekati Rp5 triliun, dan jumlah warga yang menolak sedikit”. Argumentasi demikian, kata Herlambang, seakan bertolak belakang dengan Pembukaan UUD Negara RI, yang menyatakan melindungi segenap warga negara Indonesia untuk menuju kesejahteraan sosial. “Kami melihat ini sebagai ‘nasionalisme 5 T’,” ujar Herlambang.
Dalam kasus ini, lanjut Herlambang, rakyat berupaya mematuhi aturan dan mekanisme yang bekerja. Menurutnya, apa yang terjadi dalam pemberitaan, pernyataan, dan komentar yang “mengabaikan” putusan MA, justru berdampak pada hilangnya atau berkurangnya akses kehidupan masyarakat.
Pusham Unair dan Sepaham menilai bahwa, pembangkangan untuk mengeksekusi putusan MA dalam bentuk pembatalan izin lingkungan, merupakan pembiaran yang mengakibatkan kemunduran atas situasi yang merugikan publik, terutama keadilan ekologi dan sosial. Hak asasi manusia yang diakui sebagai hak konstitusional warga negara akan mudah hilang.
“Justru Negara Hukum tidak hadir untuk mengawal kebijakan, melainkan justru mencipta situasi ketidakadilan tersendiri. Delay justice is injustices! (Menunda keadilan adalah ketidakadilan-ketidakadilan),” ujar Herlambang.
Sementara itu, Sekretaris Perusahan PT Semen Indonesia (Persero) Agung Wiharto, saat dihubungi via Whatsapp oleh Greeners menyampaikan bahwa pihaknya akan mengikuti proses dan prosedur hukum. “Kita ikuti proses dan prosedur hukum,” kata Agung.
Menurut Agung, setelah putusan MA akan ada surat yang ditujukan kepada para pihak yang berperkara atau relaas keputusan/amar putusan yang disampaikan, lalu pejabat YUN Jawa Tengah mempunyai waktu 60 hari untuk menindaklanjuti putusan tersebut. “Kita tunggu ya,” ujar Agung.
Penulis: HI/G17