Malang (Greeners) – Kondisi Palestina yang krisis air membuat sejumlah insinyur pertanian negara tersebut mengunjungi negara-negara lain untuk belajar teknologi pertanian. Salah satunya ke Indonesia dengan mengunjungi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang Jawa Timur, pada 31 Juli 2016 hingga 13 Agustus 2016. Di BPPP, sebanyak 20 insinyur pertanian belajar teknologi pertanian sistem hidroponik dan produk obat herbal.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi menjelaskan, pertanian di negaranya sebagian besar mengandalkan air di musim hujan yang berlangsung antara November hingga Januari. Minimnya air untuk pertanian, kata Fariz, juga dikarenakan pendudukan ilegal di West Bank yang mencuri air hingga 80 persen. “Jadi hanya tersisa sedikit air,” kata Fariz di BBPP, Senin (01/08).
BACA JUGA: 63 Persen Anak Petani Tidak Ingin Menjadi Petani
Selain itu, penggunaan pompa air bawah tanah yang berlebihan juga menambah minimnya pasokan air. Persoalan pertanian lainnya yakni salinitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia, erosi tanah akibat terkikis air hujan dan vegetasi tutupan lahan yang minim, serta biaya yang tinggi untuk pengairan.
Peperangan yang berlangsung di negara itu juga menambah sulitnya mengatasi krisis air untuk pertanian serta banyak lahan pertanian yang rusak. Peperangan juga mengakibatkan blokade impor dan ekspor produk serta kebutuhan Palestina, kerusakan pada sumur air, serta larangan mengimpor benih dari luar.
Fariz menjelaskan, lahan pertanian di Palestina sekitar 21 persen dari keseluruhan wilayah di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dari luasan lahan pertanian total sekitar 1,2 juta dunums. Dari luasan itu, sekitar 19 persen di antaranya mendapatkan air irigasi dari air bawah tanah, dan sekitar 81 persen menggantungkan air dari hujan.
Karenanya, kerjasama untuk meningkatkan teknologi pertanian tidak hanya dilakukan dengan Indonesia. Kerjasama serupa juga dilakukan dengan negara lain seperti Thailand, Tiongkok, Aljazair, Tunisia dan negara di Eropa seperti Italia.
Fariz berharap pelatihan penanaman hidroponik dengan Indonesia diharapkan mampu mengatasi masalah pertanian dengan kondisi air yang minim tapi menghasilkan panen yang maksimal dan menyediakan produk pertanian organik yang lebih berkualitas untuk konsumen.
BACA JUGA: Pembangunan Berbasis Jawa Sentris Picu Bencana Ekologis Pulau Jawa
Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Widi Harjono mengatakan teknologi pertanian hidroponik bagus bila digunakan pada lahan pertanian yang kecil dan pasokan air yang tak banyak. Sebab, penggunaan air secara berulang bisa digunakan sebelum terserap ke tanah.
“Kami tidak hanya mengajarkan teknik hidroponik, tapi juga bertukar pengalaman dan pengetahuan dan mempelajari apa yang belum ada di Indonesia dari mereka,” kata Widi.
Penulis: HI/G17