Jakarta (Greeners) – Pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan pertama yang terdampak krisis iklim. Sayangnya, isu tersebut luput dalam debat calon wakil presiden (cawapres) putaran keempat. Tidak ada satu pun kandidat yang membahas strategi perlindungan dan pengelolaan pesisir maupun pulau-pulau kecil.
Debat cawapres pada Minggu (21/1) kemarin tengah fokus membahas lingkungan hidup. Tema pada debat kali ini soal pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.
Pengampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Muhammad Aminullah menilai debat kemarin tidak substantif. Ada banyak pembahasan penting yang luput di dalam debat. Salah satunya soal perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil.
BACA JUGA: Debat Cawapres Belum Sentuh Akar Masalah Krisis Iklim
“Debat kemarin lebih ke saling sindir dan pamer pengetahuan. Akhirnya, beberapa isu yang krusial dan dekat dengan masyarakat tidak tersentuh. Padahal, cawapres penting untuk menonjolkan programnya untuk melindungi kawasan pesisir dan pulau-pulai kecil,” ujar Aminullah kepada Greeners, Rabu (24/1).
Aminullah menilai masyarakat pesisir harus menjadi sorotan utama untuk segera diberikan perlindungan. Sebab, mereka adalah kelompok paling rentan terkena dampak krisis iklim.
“Pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan pertama yang akan hancur akibat dampak krisis iklim. Kawasan ini sejatinya menjadi benteng yang harusnya dijaga kesehatannya, supaya fungsinya sebagai benteng dapat maksimal,” tambah Aminullah.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pun mencatat, sebanyak 199 kabupaten atau kota di Indonesia yang terletak di wilayah pesisir terancam dampak perubahan iklim. Dari jumlah tersebut, 40 kabupaten atau kota mempunyai indeks kerentanan pesisir yang sangat tinggi.
Pulau Kecil Terancam Pembangunan Proyek
Sementara itu, pulau-pulau kecil kini juga terancam bangunan proyek-proyek pemerintah. Menurut Anca, sejumlah proyek tersebut tidak memperhatikan kerentanan pulau kecil.
“Di Jakarta sendiri, Teluk Jakarta sampai saat ini masih terus dipaksa untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pembangunannya tidak memperhatikan terlampauinya daya dukung daya tampung lingkungan. Sehingga, menyebabkan penurunan muka tanah dan pencemaran. Dalam dokumen RDTR DKI Jakarta 2022, pemerintah bahkan merencanakan pembangunan pulau reklamasi kembali,” tambah Aminullah.
BACA JUGA: Capres Cawapres Perlu Hati-hati saat Implementasi Transisi Energi
Salah satunya di Kepulauan Seribu, wilayah tersebut harus menghadapi ancaman degradasi lingkungan akibat privatisasi pulau. Walhi DKI Jakarta mencatat, dari 110 pulau yang terdata, 74 di antaranya dikuasai korporasi dan perorangan.
“Itulah yang menyebabkan pembangunan secara sporadis, termasuk reklamasi dan pengerukan dasar laut tanpa izin. Ancaman penurunan kualitas lingkungan hidup di Kepulauan Seribu juga ditambah dengan rencana proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN),” imbuh Aminullah.
Ia menilai, hal itu justru akan melegitimasi pengembangan pulau dengan merusak lingkungan, seperti reklamasi dan pengerukan dasar laut. Sebab, KSPN untuk memajukan pariwisata kelas atas dan berbasis kepentingan pemodal, bukan masyarakat lokal dengan pengembangan wisata berkelanjutan.
Perlu Skema Perlindungan Pesisir
Dengan kerentanan pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap krisis iklim, para pasangan calon (paslon) harus tegas. Terutama untuk menunjukkan keberpihakannya pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurut Aminullah, para paslon harus membentuk skema perlindungan secara terencana. Kemudian, menghentikan proyek-proyek yang berimbas pada penurunan kualitas lingkungan hidup di pesisir maupun pulau-pulau kecil.
“Sampai saat ini, belum ada skema perlindungan masyarakat pesisir dan pulau kecil. Justru, pesisir dan kepulauan terus dipaksa melayani kepentingan pengembang,” tegas Aminullah.
Contohnya di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Saat ini, lanjut Aminullah, pemerintah belum memiliki skema perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil dari krisis iklim. Sehingga, mereka harus bergerak sendiri untuk menyelamatkan pulaunya yang sudah mengalami abrasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, sekitar 42 juta orang tinggal pada daerah kurang dari 10 meter di atas permukaan laut. Padahal, kajian proyeksi United States Agency for International Development (USAID) 2016 menyebutkan, kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Artinya, terdapat 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggalnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia