Proyek Rempang Berlanjut, Penolakan Masyarakat Diabaikan

Reading time: 2 menit
Masyarakat menolak proyek rempang. Foto: Walhi Riau
Masyarakat menolak proyek rempang. Foto: Walhi Riau

Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam sekaligus Walikota Batam menyatakan komitmennya untuk menuntaskan rencana investasi Rempang Eco-City. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menilai pemerintah dan BP Batam tidak mempedulikan aspirasi masyarakat Rempang. Mereka menolak relokasi tempat tinggal untuk proyek Rempang Eco-City.

Sebelumnya, BP Batam bersama Pemerintah Kota Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) menggelar rapat koordinasi pengembangan Rempang Eco-City. Rapat itu terkait realisasi serta beberapa rencana aksi untuk mendukung investasi di Rempang, salah satunya pemenuhan kebutuhan infratruktur dasar.

Rapat koordinasi berlangsung setelah ada kunjungan dan konferensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto di Kota Batam terkait Investasi Rempang Eco-City pada 12 Juli 2024.

Kunjungan itu untuk memastikan kesiapan pembangunan rumah dan infrastruktur bagi warga terdampak pengembangan Rempang Eco-City. Bagi Walhi Riau, kedua agenda pemerintah ini menunjukkan seolah penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PSN Rempang Eco-City tidak berarti apa pun.

BACA JUGA: 10 Hak Masyarakat Adat Terampas Akibat Proyek di Rempang

Manajer Akselerasi WKR dan Pengorganisasian Eksekutif Daerah Walhi Riau, Eko Yunanda menilai pemerintah seharusnya tidak memaksakan kehendaknya untuk tetap melanjutkan investasi Rempang Eco-City. Sebab, sampai saat ini mayoritas warga Rempang tetap menolak direlokasi.

“Masyarakat Rempang masih tetap ingin hidup dan menjaga tanah adat leluhur mereka yang mereka tempati sejak dulu,” ucap Eko lewat keterangan tertulisnya, Kamis (25/7).

Menurut data dalam kajian “Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang”, hanya 20% masyarakat di lima kampung tua yang jadi prioritas pembangunan. Kampung tersebut meliputi Sembulang Pasir Merah, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Pasir Panjang, dan Belongkeng yang menerima relokasi. Sementara, sisanya bertahan di kampung masing-masing.

Proyek Rempang Hancurkan Penghidupan Masyarakat

Menurut Eko, ambisi pemerintah untuk tetap melanjutkan pengembangan Rempang Eco-City, tidak hanya akan mengusir dan merampas hak masyarakat adat dan tempatan Pulau Rempang. Namun, proyek ini berpotensi menghancurkan sumber penghidupan masyarakat.

Masyarakat Rempang, mayoritas bergantung pada laut dan kebun. Apalagi hasil pertanian, peternakan, dan laut masyarakat selama ini juga telah menyumbang sebagian besar sumber pangan untuk Kota Batam.

Pemerintah semestinya berpikir ulang, lanjut Eko, untuk menjadikan Rempang jadi kawasan industri dan perdagangan. Sebab, selama ini hasil pertanian dan laut masyarakat Rempang telah berkontribusi besar untuk kebutuhan pangan di Kota Batam.

BACA JUGA: Ford Foundation Dukung BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat

“Jangan sampai keberadaan proyek ini justru akan mengurangi sumber pangan yang ada sehingga menimbulkan krisis pangan di masa yang akan datang,” ucap Eko.

Eko juga mempertanyakan dari mana sumber dana untuk melanjutkan pembangunan Rempang Eco-City. Xinyi Group kabarnya akan menyumbang investasi sebesar 175 triliun rupiah. Tetapi, lanjut Eko, belum memulai kerja sama apa pun dengan PT MEG dan BP Batam.

“Bahkan kerja sama yang telah mereka miliki di Gresik dan Bangka Belitung Selatan sejak 2022 dan 2020 saja hingga saat ini belum dimulai. Lalu, untuk apa pemerintah ngotot melanjutkan proyek ini ketika investasinya masih belum jelas?” pungkas Eko.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top