Jakarta (Greeners) – Dietplastik Indonesia bekerja sama dengan YPBB Bandung dan PPLH Bali meluncurkan Project Methane Emission Reduction Initiative for Transparency (MERIT). Kolaborasi ini akan mengembangkan metode pengawasan kinerja metana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kredibel, berbasis sains, dan praktis untuk diterapkan oleh pemerintah daerah secara berkelanjutan di tiga provinsi yaitu Daerah Khusus Jakarta, Jawa Barat, dan Bali.
Gas metana (CH₄) adalah salah satu jenis gas yang termasuk dalam kelompok hidrokarbon. Metana sering kali dianggap sebagai gas yang berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Sebab, sifatnya yang mudah terbakar dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Saat ini, sebanyak 56 persen emisi metana di Indonesia berasal dari sampah. Praktik pengelolaan TPA sebagian besar mengandalkan open dumping. Praktik tersebut memperburuk emisi metana dan menimbulkan risiko lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Di samping itu, pemerintah daerah juga memerlukan pengetahuan dan kapasitas untuk melakukan pengawasan emisi metana dengan menggunakan pendekatan sains dan teknologi. Kendati demikian, hasil kajian dari project ini nantinya bisa membantu pemerintah daerah untuk menerapkan pengelolaan sampah berbasis data.
BACA JUGA: Pohon Ternyata Bisa Menjadi Sumber Gas Metan
Direktur Eksekutif Dietplastik Indonesia sekaligus Research Coordinator Project MERIT, Tiza Mafira mengatakan proyek ini bertujuan mengkaji emisi metana TPA. Kajian itu sebagai indikator kinerja pengelolaan sampah yang dapat menjadi proxy kinerja pengelolaan sampah secara keseluruhan.
“Dampak gas metana ini sangat besar untuk perubahan iklim. Agar bisa meminimalisasi dampak ini, perlu upaya pengurangan sampah dari sumber. Hal ini sejalan dengan apa yang didorong Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Tiga organisasi implementator project MERIT bernaung, yang menekankan pada kinerja pengurangan dan juga penanganan sampah yang tepat guna,” ujar Tiza Mafira, saat Kick Off Project MERIT di Jakarta, Selasa (30/7).
Emisi Metana dari Sampah Berpengaruh pada Krisis Iklim
Sementara itu, Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar mengungkapkan bahwa krisis iklim yang saat ini terjadi berhubungan dengan permasalahan sampah. Salah satunya yaitu dampak dari gas metana.
Dalam Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC) Indonesia menargetkan pengurangan gas rumah kaca sebesar 42 juta ton CO2 equivalent (tCO2E) pada tahun 2030. Salah satunya dengan pengelolaan sampah padat dan cair domestik serta limbah padat dan cair industri.
“Project MERIT ini bisa mendukung pemerintah mencapai target ini dan mendukung pengelolaan sampah yang lebih baik. Mungkin akan banyak tantangan yang akan dihadapi. Namun, mudah-mudahan dengan kajian atau hasil dari proyek ini bisa membuat terobosan untuk kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia,” ungkap Novrizal.
DLH Mengungkapkan Tantangan dalam Mengelola Sampah
Ketiga perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dari tiga provinsi yang terlibat dalam project ini mengungkapkan tantangannya dalam mengelola sampah. Mereka juga sekaligus memberikan rekomendasi untuk project MERIT, supaya bisa membantu pemerintah daerah untuk menerapkan pengelolaan sampah yang lebih baik.
DLH Provinsi Jawa Barat, misalnya, mereka membeberkan tantangan yang mereka hadapi dalam pengelolaan sampah. Bagi mereka, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengatur agar sampah organik tidak masuk ke TPA. Tetapi DLH Jawa Barat mengalami kendala teknis untuk memfilter atau memastikan sampah organik tidak masuk ke TPA.
Mereka berharap agar project MERIT ini dapat memberikan panduan penyusunan anggaran untuk pengawasan sampah organik tersebut. Selanjutnya yaitu DLH Bali mengungkapkan terkait upaya pengurangan sampah atau pengelolaan sampah organik yang sudah mereka lakukan. Namun, bagi mereka perlu skema insentif atau bentuk law enforcement untuk memperkuat upaya-upaya tersebut.
BACA JUGA: Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer
DLH Provinsi Daerah Khusus Jakarta juga mengatakan bahwa sampah organik di Jakarta jumlahnya cukup besar, mencapai 50 sampai 65 persen dari komposisi sampah. Saat ini, DLH Provinsi Daerah Khusus Jakarta sudah memiliki upaya mandiri untuk mengelola sampah tersebut. Namun, bagi mereka pengumpulan data terkait sampah masih menjadi tantangan.
Fungsional Ahli Madia Pengendalian Dampak Lingkungan DLH Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Torkis Tambunan berharap, melalui project ini, pemda bisa mendapatkan masukan untuk menyusun sistem atau aturan yang mengikat. Sehingga, pengelolaan sampah organik dapat terukur untuk mengurangi emisi metana.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia