Jakarta (Greeners) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Peraturan Presiden No 62/2013 yang berisi tentang pembentukan sebuah badan yang bakal memastikan pelaksanaan upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut, atau yang disebut sebagai “Badan REDD+”.
Badan REDD+ harusnya terbentuk dalam fase pertama yang berakhir pada Desember 2010, seperti disebutkan dalam Nota Kesepahaman (Letter of Intent) Norwegia dan Indonesia. Pembentukan badan ini merupakan bagian dari kerjasama tersebut.
Badan REDD+ ini akan dipimpin kepala badan setingkat Menteri dan merupakan salah satu elemen utama dalam melaksanakan komitmen REDD+ di Indonesia, diantaranya untuk memastikan keberlangsungan Kemitraan REDD+ antara pemerintah Indonesia dan Norwegia. Pemerintah Norwegia telah sepakat untuk memberikan dukungan hingga satu miliar USD secara bertahap, khususnya untuk untuk skema “pembayaran atas kinerja kerja” didalam upaya mengurangi emisi GRK dari deforestasi hutan dan lahan gambut.
Tujuan dari Badan REDD+ ini adalah adalah untuk mencapai pengurangan emisi GRK dari deforestasi, degradasi hutan dan lahan gambut dan memastikan bahwa upaya ini dikelola secara efektif, efisien, adil dan berkelanjutan.
Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden Yudhoyono di bidang perubahan iklim dalam rilis yang diterima Greeners mengatakan proses mendirikan badan ini sudah berlangsung lama dan menyeluruh. “Pembentukan Badan REDD+ merupakan bukti komitmen Indonesia untuk berkontribusi terhadap upaya global dalam mengurangi emisi karbon, untuk melestarikan hutan Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang hidupnya bergantung kepada sumber daya hutan,” katanya.
Badan ini diharapkan menciptakan kepercayaan bagi komunitas internasional untuk berinvestasi ke dalam ekosistem hutan Indonesia yang unik dan memberikan jasa iklim yang penting secara global.
Sedangkan Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Satuan Tugas REDD+ Indonesia mengatakan melalui Satuan Tugas REDD+ yang beroperasi sejak September 2010, telah diuraikan berbagai rencana REDD+, yang terlibat dalam konsultasi luas dengan para pemangku kepentingan nasional dan lokal. “Sekarang kita memiliki Strategi Nasional REDD+, desain Instrumen Pendanaan REDD+, desain MRV (measurement, reporting, verification) termasuk program One Map yang akan dijadikan sebagai dasar untuk mengukur prestasi dalam menjaga hutan dan lahan gambut. Kita telah mendirikan sebuah platform untuk kegiatan REDD+ di beberapa provinsi, dengan fokus di provinsi percontohan Kalimantan Tengah yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. Kami telah memulai kajian akan izin pertambangan dan perkebunan dan mempercepat proses pengukuhan hutan di Kalimantan Tengah,” katanya.
Kuntoro melanjutkan pihaknya telah menetapkan transparansi, pendekatan non-birokratis, partisipasi multi stakeholder dan fokus pada perbaikan tata kelola sebagai prinsip kerja untuk lembaga. Dia menambahkan bahwa Badan REDD dapat segera mulai menerapkan rencana tersebut dan prinsip-prinsip, dan berusaha untuk memberikan hasil yang terukur.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan pihaknya menyambut baik berdirinya Badan REDD+ ini. “Kami berharap agar terjalinya kemitraan produktif di tahun-tahun mendatang. Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern Indonesia, upaya untuk melestarikan hutan dan lahan gambut dapat menambahkan pendapatan pemerintah daerah dan memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal dan adat,” katanya.
Sedangkan kepengurusan Badan REDD+ akan diputuskan dalam beberapa minggu. (G02)