Jakarta (Greeners) – Indonesia mempunyai dua dari lima jenis badak yang tersisa di dunia, yaitu badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak Sumatera (Dicherorinus sumatrensis). Kedua jenis satwa langka dan dilindungi ini dikategorikan dalam status kritis terancam punah (critically endangered species) oleh Daftar Merah IUCN.
“Hari ini adalah hari badak sedunia. Khususnya di Indonesia dimana dari 5 jenis badak yang masihh tersisa di dunia, dua diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu badak Jawa dan badak Sumatera. Populasi mereka sudah sangat kritis satu tingkat di bawah punah menurut kriteria Daftar Merah IUCN,” kata Anwar Purwoto, Direktur Program Kehutanan, Spesies Terestrial dan Air Tawar WWF-Indonesia dalam peringatan Hari Badak setiap 22 September di acara Car Free Day di seputaran Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (22/09).
Menurut data yang ada, populasi badak Jawa hanya tersisa sekitar 50 individu di alam, yaitu di Taman Nasional Ujung Kulon (Banten) – dengan jumlah individu yang kecil dan hanya berada dalam satu populasi akan sangat rentan terhadap kepunahan.
Sedangkan badak Sumatera hanya tinggal sekitar 200 individu, tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh), Bukit Barisan Selatan (Lampung), dan Waykambas (Lampung).
Saat ini, habitat badak Jawa hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, yang letaknya didekat Gunung Krakatau dengan kondisi sewaktu-waktu dapat meletus kembali dan dapat terjadi tsunami.
“Hal itu menjadi pemikiran bagaimana membuat populasi badak Jawa di tempat lain yang relatif lebih aman dan tentunya, tapi juga tempatnya harus sangat cocok dgn untuk didiami badak Jawa. Begitu juga badak Sumatera, berkurangnya hutan-hutan karena kegiatan manusia (menebang kayu atau untuk perumahan) serta perburuan badak Sumatera, ini yg menjadi pemikiran kita semua,”katanya.
Melihat kondisi yang sangat kritis tersebut, WWF mengajak masyarakat untuk peduli. “Kita perlu menggugah kesadaran masyarakat, tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat secara luas untuk bersama-sama melestarikan badak yang ada di Indonesia,” kata Anwar.
Kampanye ditujukan tidak hanya untuk masyarakat pinggir hutan, tetapi juga warga kota untuk melestarikan badak. “Karena orang-orang yang tinggal di kota misalnya, kehidupan di kota secara tidak langsung berpengaruh kepada habibat badak,” lanjutnya.
Konservasi badak, tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga butuh kerjasama dan dukungan para pihak termasuk para pakar, organisasi lingkungan, dan masyarakat luas. “Peran serta masyarakat juga diharapkan mampu mendorong efektifitas upaya pencegahan terhadap perburuan dan perdagangan liar – khususnya perdagangan liar cula badak, dan penegakan hukumnya,” tambah Anwar.
Kampanye WWF-Indonesia untuk konservasi badak bertema “Bergerak Untuk Badak”, yang diramaikan dengan aktivitas long march oleh 100 sukarelawan WWF-Indonesia dan komunitas Jumps Still, Parkour, Forum Badak Indonesia, Teens Go Green, Transformasi Hijau, Line Magic dan, kelompok mahasiswa.
Selain di Car Free Day Jalan Thamrin, kampanye ini juga dilakukan pada Rhino Festival di Alun-alun Pandeglang dan Deklarasi Sayang Badak Pelajar SMP-SMA di Pandeglang, Bantenm, National Rhino Survey Workshop di Taman Nasional Way Kambas dan Ministerial Asian Rhino Summit di Bandar Lampung. (G02)