Jakarta (Greeners) – Jaminan kualitas udara yang baik merupakan salah satu hak dasar yang harus para pekerja atau buruh informal dapatkan. International Labour Organization (ILO) menyatakan 21 % penyakit pada saluran pernapasan merupakan satu di antara penyebab kematian pekerja terkait dengan pekerjaannya.
Peringatan Hari Buruh Internasional 2023 pada 1 Mei yang mengusung tema “A Safe and Healthy Working Environment”. Tema ini momentum untuk kembali mengingatkan hak dasar buruh atau pekerja berupa kualitas udara yang baik.
Ketua Divisi Paru Kerja Lingkungan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Firtiani Taufik menyatakan, pekerja sektor informal berisiko tinggi terhadap pencemaran udara. Namun, para pekerja informal ini kerap kali tak menyadarinya.
Pekerja formal lebih ketat peraturannya seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan aturan standar ambang batas baku mutu lingkungan yang masih aman.
“Sebaliknya, karena keterbatasan dana dan sumber daya, pekerja informal tidak punya standar dan pengawasan yang ketat,” kata kepada Greeners, Sabtu (29/4).
Perusahaan sektor informal baik di dalam ruangan maupun luar ruangan kebanyakan tak memiliki pos biaya yang untuk mengcover keperluan keamanan pekerja yang terstandar. Dalam hal ini termasuk penggunaan APD dan standar baku mutu lingkungan.
Pekerja di Jalanan Rentan
Penelitian oleh Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan, prevalensi gangguan faal paru pada polisi lalu lintas di Polres Metropolitan Tangerang Kota. Keluhan pernapasan klinis paling sering yakni batuk.
Penurunan fungsi paru juga terjadi pada pekerja jalanan lain seperti penyapu jalanan hingga penjual koran di lampu merah. Mereka berpotensi mengalami efek akut berupa iritasi mukosa, saluran napas atas dan bawah, peningkatan ISPA, asma, serangan jantung, hingga keracunan gas toksik.
Studi terkait dengan keluhan respirasi dan faal paru pekerja yang terekspos debu karbon hitam pabrik tinta juga Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI RS Persahabatan lakukan. Hasilnya menunjukkan keluhan respirasi sejumlah 32,8 % berupa flu, sesak, batuk, dahak krobik, batuk dahak, dahak, batuk krobik dan mengi.
Feni menegaskan, perlunya sosialisasi dan edukasi terus menerus pada pekerja sektor informal untuk tetap secara mandiri mengenakan APD. Dalam hal ini semua sektor, termasuk pemerintah dan perusahaan harus tetap mengingatkan pada pekerja informal akan bahaya polusi udara.
“Semua pihak harus terlibat agar pekerja informal bisa meminimalkan risiko bahaya polusi ini,” tandasnya.
Sumber Polusi Dekat dengan Buruh
Guru besar Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Budi Haryanto menyatakan risiko infeksi saluran pernapasan akut tergolong tinggi terutama yang bersumber dari polusi udara terdekat dengan keberadaan buruh.
Sumber pencemar dalam ruang seperti pabrik atau industri berasal dari proses produksi, mesin hingga bahan bakarnya. Demikian juga sumber pencemar di luar ruangan yakni buangan asap industri, asap kendaraan, serbuk sari hingga jamur dari pepohonan.
“Risiko kesehatan bagi para buruh akan sangat bergantung dari sumber pencemar udara berikut kualitasnya di sekitarnya,” ungkapnya.
Ia menyorot jenis berbagai jenis polutan berbahaya, mulai dari debu, gas, partikel, hingga bahan kimia hingga biologis yang berasal dari sumber pencemarnya.
Misalnya, paparan polusi yang mengandung polutan dengan PM 2.5 harus kita waspadai. Polutan ini tak hanya mampu menembus hingga ke dalam serta mulut. Akan tetapi, hingga ke darah serta paru-paru.
Dampak lain paparan polusi udara di antaranya serangan jantung, kanker, penurunan fungsi paru hingga kematian dini.
Kebutuhan Pengembangan Transportasi Publik Krusial
Sementara itu Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, buruh merupakan mayoritas pengguna motor di Indonesia. Namun, polusi udara di jalanan berdampak sangat buruk terhadap para buruh. “Bahkan membahayakan buruh secara jangka panjang,” kata Said.
Ia mengingatkan agar pemerintah memprioritaskan pengembangan pembangunan transportasi publik untuk meminimalkan dampak buruk polusi udara kendaraan pribadi. Said juga menekankan pentingnya pengetatan kebijakan filter polusi industri.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin