Jakarta (Greeners) – Banyaknya wacana penghapusan kewajiban izin analisis dampak lingkungan (Amdal) dalam kegiatan pembangunan infrastruktur maupun gedung pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memancing respon dari beberapa pakar dan aktivis lingkungan. Praktisi hukum lingkungan Giorgio Indarto mengatakan bahwa Amdal merupakan bagian dari prasyarat izin saat ingin membangun infrastruktur. Dengan adanya rencana untuk menghapus Amdal, lanjutnya, membuktikan bahwa pemerintah belum terbiasa dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Giorgio menyatakan, saat ini yang menjadi masalah adalah pemahaman bahwa Amdal hanya sekadar dokumen perizinan yang dianggap menghambat pembangunan. Yang terjadi kemudian justru kebanyakan dalam penyusunan Amdal seringkali hanya sekadar hasil jiplakan. Menurutnya, banyak cacat dalam penyusunan Amdal bukan berarti regulasinya harus dikebiri, karena membuat kajian Amdal yang gagal juga sebenarnya membuat risiko usaha calon investor meningkat.
“Anggapan bahwa Amdal menghambat tujuan investasi itu keliru. Jangan pernah ada rencana untuk menurunkan standar Amdal. Sering sekali Amdal dikaitkan dengan peringkat kemudahan bisnis di Indonesia. Ini tidak benar,” katanya, Jakarta, Selasa (29/03).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa pun berpendapat serupa. Menurutnya, argumentasi penghilangan Amdal karena akan mengganggu iklim investasi adalah perspektif yang keliru karena Amdal sendiri adalah instrumen penting dalam memahami risiko bisnis. Jika Amdal dihilangkan, terusnya, maka risiko bisnis malah akan meningkat dan akan terjadi ketidakpastian dalam berinvestasi.
“Amdal itu kan instrumen bisnis yang akan muncul kalau bisa memahami implikasi resikonya. Kalau dikatakan menghalangi bisnis, ya, itu mungkin proses administrasinya. Amdal sendiri di banyak negara digunakan menjadi alat bagi investor untuk memetakan risiko lingkungan, konflik sosial dan cara mitigasi yang efektif dengan biaya tidak terlalu mahal,” tambah Fabby.
Ahmad Syarifudin, Ketua Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menegaskan bahwa banyak perusahaan besar masih abai terhadap dampak lingkungan. Padahal jika Amdal dibuat dengan baik, dampak lingkungan tersebut masih bisa dikaji dan dicari penyelesaiannya. Sedangkan kalau Amdal perusahaan ditolak, perusahaan pun masih bisa memperbaikinya.
“Amdal diitolak kan bukan kiamat bagi perusahaan. Masih bisa diperbaiki. Sama seperti skripsi. Asal ada jaminan kalau ada dampak, ada cara pengelolaannya dan bagaimana menanggulanginya,” jelasnya.
Sebagai informasi, setidaknya sudah tiga kali dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dilontarkan wacana untuk menghapus kewajiban Amdal dalam kegiatan pembangunan karena dinilai menghambat investasi.
Rencana untuk menghapus Amdal pertama kalinya dilontarkan pada Juli 2015 oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan Pekerjaan Umum (Kemenpepura) serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kala itu dikatakan bahwa Permen 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Mendirikan Bangunan serta Permen 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi (LSF) perlu dikaji ulang. Kedua Permen tersebut dianggap menyulitkan dan membuat peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia menjadi rendah.
Kedua, pada 22 Januari 2016 saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta kewajiban ‘izin’ Amdal dihapuskan. Alasannya, karena di DKI Jakarta sudah ada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sehingga tidak perlu lagi ada Amdal. Cukup diganti dengan UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan/ Upaya Kelola Lingkungan) saja. Ia bahkan sudah menyampaikan usulan itu kepada Presiden Jokowi dan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar.
Amdal dianggap tidak efisien dan membuat perizinan menjadi lama. Sebab, Amdal sendiri lebih banyak yang copy paste. Usalan Ahok sendiri sebenarnya berlawanan dengan PP 27 tahun 2012 mengenai izin lingkungan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa, “ketentuan lebih lanjut soal Amdal akan dibuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.” Namun hingga kini, Permen tersebut belum juga dibuat.
Dan ketiga, Seskab Pramono Anung pada 15 Maret 2016 mengatakan, Pemerintah telah sepakat menghapus sejumlah izin yang dianggap menghambat dunia usaha. Izin yang akan dihilangkan diantaranya izin gangguan, izin tempat usaha, izin prinsip bagi UKM, izin lokasi dan izin Amdal. Namun terkait dengan izin Amdal, ia mengatakan belum bisa menghapus sepenuhnya sebab di daerah masih ada yang menggunakan Amdal.
Penulis: Danny Kosasih