Jakarta (Greeners) – Puluhan pegiat lingkungan mendatangi gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta pada Selasa (15/09) siang lalu. Aksi ini terkait dengan analisis dampak lingkungan (Amdal) yang diajukan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mengenai reklamasi di Teluk Benoa, Bali.
Ketika dikonfirmasi mengenai amdal ini, Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ari Sudiyanto, menyebutkan, amdal mengenai reklamasi Teluk Benoa telah diajukan oleh PT TWBI sejak Januari 2014. Ia menyatakan bahwa proses amdal masih dalam tahap perizinan, belum sampai tahap pengkajian. Menurutnya, masih ada beberapa hal yang harus dilengkapi oleh PT TWBI agar proses ini dapat berjalan.
“Proposal untuk penelitian dan pengkajian saja belum kami setujui,” ujarnya kepada Greeners melalui telepon, Kamis (17/09).
Menurut Ari, KLHK memang sempat memfasilitasi konsultasi publik mengenai reklamasi Teluk Benoa, namun hal tersebut tidak menjadi indikasi bahwa KLHK memihak kepada investor. KLHK, lanjut Ari, hanya ingin mendengar aspirasi para pendukung sekaligus penolak reklamasi Teluk Benoa.
Ia juga menyatakan bahwa KLHK tidak akan sembarangan dalam mengambil keputusan. Jika pun proses pengkajian amdal sudah berjalan, ia menyatakan bahwa itu bukan karena keberpihakan KLHK kepada investor.
“Kalau memang layak lingkungan, kita akan bilang layak. Begitu juga sebaliknya, jika tidak layak lingkungan, kita katakan tidak layak,” tegasnya.
Sebelumnya, Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) Jakarta, Saras Dewi mengungkapkan bahwa keberadaan amdal reklamasi Teluk Benoa tidak diketahui oleh masyarakat, khususnya masyarakat Bali.
“Kami mempertanyakan kenapa ada pelayanan terhadap kepentingan investor yang jelas-jelas akan memberi dampak buruk kepada masyarakat banyak,” kata Saras kepada Greeners saat ditemui di sela-sela aksi tolak reklamasi Teluk Benoa di kompleks Manggala Wanabakti, Jakarta, pada Selasa (15/09).
Keberadaan amdal ini, lanjut Saras, telah melukai hati masyarakat Bali yang telah jelas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Saras menambahkan bahwa masyarakat Bali tidak membutuhkan tambahan resort atau hotel mewah. Menurut Saras, akan lebih bijak jika pemerintah lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat Bali.
“Orang (Bali) hanya butuh sawah, hutan, laut begitu juga sungai. Itu yang seharusnya menjadi proyeksi dari KLHK,” ungkap perempuan yang juga dosen di Fakultas Filsafat Universitas Indonesia ini.
Masyarakat Bali sendiri, menurut Saras telah rutin mengadakan aksi penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa. Bahkan, mereka secara rutin mengadakan demonstrasi di depan kantor Gubernur Bali untuk menyuarakan aspirasi mereka sebulan sekali. Oleh karena itu, Saras meminta kepada pemerintah, khususnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, untuk lebih mendengarkan aspirasi masyarakat Bali.
Sementara itu, di kesempatan yang sama, koordinator aksi ForBali, Made Bawoyasa, menyatakan kekecewaannya terhadap KLHK. Menurutnya, jawaban yang dikeluarkan oleh KLHK pada saat audiensi, terlalu normatif sehingga tidak memuaskan dirinya. Ia pun tidak melihat posisi KLHK sebagai pendukung rakyat Bali.
“Kami tidak butuh dialog-dialog enggak jelas. Kami meminta Siti Nurbaya dalam hal ini untuk langsung meninjau kembali (reklamasi),” ungkap pria yang biasa disapa Bawo ini.
Dari hasil audiensi dengan KLHK, Bawo menilai bahwa tidak seharusnya proses amdal reklamasi Teluk Benoa dirahasiakan karena masyarakat membutuhkan informasi tersebut. “Paling tidak, ada ruang-ruang publik untuk mengdengarkan aspirasi. Itu yang tidak dilakukan KLHK,” ujarnya.
Sebagai informasi, puluhan pegiat lingkungan mendatangi gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta pada Selasa (15/09/2015) siang. Mereka melakukan aksi dan juga audiensi dengan perwakilan dari KLHK terkait dengan keluarnya analisis dampak lingkungan (Amdal) yang diajukan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mengenai reklamasi di Teluk Benoa, Bali.
Aksi ini diikuti oleh ForBali, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) serta pendukung gerakan tolak reklamasi.
Penulis: TW