Jakarta (Greeners) – Banyaknya fakta yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya perizinan untuk pertambangan batubara di Sumatera Selatan yang keluar pada saat Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Selatan (Pilkada Sumsel) berlangsung, menunjukkan bahwa ada dugaan pertambangan batubara di Sumatera Selatan telah dijadikan sebagai “alat transaksi politik” untuk memenangkan calon yang maju saat Pilkada berlangsung.
Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan menyatakan, dari hasil penelitian ditemukan banyaknya surat izin yang beredar kepada perusahaan pertambangan untuk eksplorasi dan eksploitasi, bahkan di kawasan hutan suaka maupun konservasi.
Direktur Walhi Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko mengatakan, bahwa selama proses Pilkada berlangsung, sumber daya alam (SDA) di Sumatera Selatan sering kali dijadikan alat transaksi politik oleh calon kepala daerah kepada pengusaha sebagai jaminan modal (dana politik) dengan tujuan untuk memenangkan si calon kandidat.
“Kita lihat, pada periode Syahrial Oesman yang memimpin Sumsel pada 2003-2008, diterbitkan 8 izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu untuk hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI) dengan total luasannya mencapai 877.330 hektare. Lalu, pada periode 2008-2013,di bawah kepemimpinan Alex Noerdin, jumlah izin yang dikeluarkan malah meningkat menjadi 11 izin dengan luasan kawasan hutan 326.084 hektar,” kata Hadi saat dihubungi oleh Greeners melalui sambungan telepon, Jakarta, Kamis (11/09).
Memang, lanjut Hadi, pada periode Alex Noerdin, luasan hutan yang diberikan izin jauh lebih kecil dibandingkan Syahrial Oesman. Namun, pada periode Alex Noerdin jumlahnya terbanyak dalam 25 tahun terakhir.
Menurutnya, bisa saja pada periode kedua kepemimpinan Alex Noerdin, yaitu 2013 hingga 2018 nanti, jumlah perizinan HTI akan bertambah jika melihat rekam jejak kepemimpinannya selama menjadi Bupati Kabupaten Musi Banyuasin.
“Dia (Alex Noerdin) itu kan yang berperan besar sebagai kepala daerah terhadap keluarnya izin-izin IUPHHK-HTI di kabupaten tersebut,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menegaskan bahwa apabila RUU Pilkada yang saat ini tengah ramai ditolak oleh banyak kalangan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka habislah sudah kekayaan alam Indonesia nantinya.
“Kalau nantinya Pilkada tidak langsung berhasil disahkan, maka masyarakat semakin sulit untuk mengontrol kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah. Habislah sudah sumber daya alam kita. Ditambah lagi para pelaku usaha dan pertambangan itu kan banyak juga yang anggota-anggota dewan,” pungkasnya.
(G09)