Jakarta (Greeners) – Pidato Visi Indonesia yang disampaikan oleh Presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo di Sentul, Bogor pada 14 Juli 2019 lalu tidak menyinggung sama sekali permasalahan terkait lingkungan.
Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) menilai hal tersebut memperlihatkan proyeksi buruk bagi masa depan lingkungan hidup dan kemanusiaan.
Boy Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI, menyampaikan bahwa Lima tahapan Visi Indonesia ala Jokowi memperlihatkan dominasi keberpihakannya pada kepentingan bisnis atau investasi, bukan mengabdi pada kepentingan rakyat.
“Visi yang diungkapkan sangatlah mundur. Dilihat dari visi yang disampaikan yakni infrastruktur, Sumber Daya Manusia, Investasi, Reformasi Birokrasi dan Penggunaan APBN, terlihat hal tersebut nantinya akan semakin tingginya investasi yang besar-besaran. Karena visi pertama perencanaan kerja pemerintah infrastruktur yang dibangun Jokowi ini guna menggenjot investasi,” ujar Boy saat konferensi pers di Kantor WALHI, Jakarta, Selasa (16/07/2019).
BACA JUGA : Jokowi Serahkan 37 SK Perhutanan Sosial Kepada 5.459 KK di Wilayah Jabar
Rakyat semestinya ditempatkan sebagai subjek yang mampu mengelola kekayaan alamnya melalui kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap wilayah kelola rakyat.
“Kalau seperti ini akan membuat kekhawatiran di masyarakat, karena tidak adanya isu lingkungan yang dibahas di Visi Jokowi selain itu jadi memperlihatkan kalau dokumen janji politiknya sebenarnya saling kontradiktif, antara keberpihakan pada kemanusiaan dan lingkungan hidup VS keberpihakan pada investasi,” tegas Boy.
Kekhawatiran ini juga disampaikan oleh Khalisah Khalid, selaku Kepala Desk Politik WALHI, ia menyampaikan bahwa ke depan sektor lingkungan hidup akan semakin lemah karena penghancuran lingkungan terus terjadi tanpa adanya narasi dan kebijakan yang bisa dipegang.
“Kami khawatir, kalau pemerintah tidak kritis ke depannya pada masalah lingkungan ini akan hancur lingkungan kita. Ironinya, regulasi yang meiindungi rakyat dan lingkungan hidup justru jalan di tempat, seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU Air,” ujar Khalisah.
Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan, mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran akan pidato kemenangan Pak Jokowi pada 14 Juli lalu.
Visi-visi yang disampaikan Jokowi tersebut merupakan isu krusial yang perkembangannya dibutuhkan banyak percepatan dan banyak upaya yang lebih signifikan untuk dilakukan.
BACA JUGA : Jokowi: OOC Harus Menjadi Motor Penggerak Revolusi Mental Global untuk Merawat Laut
“Kemarin itu hanya memberikan penekanan mana yang memang membutuhkan progres yang cepat dan penekanan dalam konteks melihat ke depan. Saya juga mendapat banyak kritikan dan berupaya meyakinkan semua pihak bahwa isu yang tidak disebutkan bukan pada tingkat dilupakan. Semua sektor sedang kita perjuangkan untuk bergerak on track,” ujar Abet saat dihubungi oleh Greeners melalui telepon pada Rabu sore (17/07/2019).
Abet menegaskan bahwa isu-isu yang tidak disebutkan dalam pidato tersebut pasti akan tercantum di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang rencananya akan di sahkan pada awal Januari 2020.
“Semua sektor sedang diproses, Pak Moeldoko sudah mengirim surat terkait janji Presiden ke dalam RPJMN. Semua sektor pasti ada di RPJMN, saya sedang mengerjakan hal tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua hal harus disebutkan dalam pidato yang terpeting dokumen semua on the track jangan sampai hanya ingin disebut isunya tapi tidak berjalan kebijakannya.
“Kita lihat nanti di Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus, setelah itu ada pidato pelantikan. Kalau dua pidato tersebut memang harus ada penekanan yang akan mendapatkan perhatian,” tutupnya.
Penulis: Dewi Purningsih