Siswa SMAN 6 Bekasi Gagas Petisi Tolak Galon Sekali Pakai

Reading time: 3 menit
Petisi Tolak Galon Sekali Pakai
Siswa SMAN 6 Bekasi Gagas Petisi Tolak Galon Sekali Pakai. Foto: Shutterstock.

Di Indonesia, hanya 9 persen sampah plastik yang terkelola dengan baik. Salah satu penyumbang terbanyak sampah plastik adalah sampah dari Air Minum dalam Kemasan (AMDK). Masalah semakin bertambah mengingat masih ada produsen AMDK yang mengeluarkan varian baru kemasan plastik yaitu galon sekali pakai. Menilai produk ini sebagai kemunduran, dua siswa SMA menggagas petisi tolak galon sekali pakai.

Jakarta (Greeners) – Dua siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 Bekasi, yakni Elhan dan Helfia, menilai adanya produk AMDK galon sekali pakai merupakan kemunduran di tengah misi pengurangan sampah plastik.

Melalui laman change.org, mereka menggagas petisi “Tolak Galon Sekali Pakai” kepada salah satu produsen besar AMDK. Elhan, mengatakan latar belakang munculnya petisi ini berkaca dari penerapan galonisasi di SMAN 6 Bekasi.

“Sebenarnya, alasan kita memulai petisi ini, kita mikirnya galon sekali pakai seperti stepback dari program yang kita punya di sekolah. Terutama galonisasi,” ujar Elhan, pada acara konferensi pers Petisi Tolak Galon Sekali Pakai, Selasa, (29/12/2020).

Galonisasi SMAN 6 Bekasi Pangkas Sampah 4 Kilogram Per Hari

Per 30 Desember 2020, sebanyak 18.000 lebih orang mendukung petisi ini. Elhan –yang juga aktif di organisasi lingkungan di sekolahnya– mengatakan SMAN 6 Bekasi menolak adanya kemasan plastik sekali pakai terutama AMDK.

Dia menerangkan SMAN 6 Bekasi sudah tiga tahun menerapkan program galonisasi. Di tiap lorong SMAN 6 Bekasi, kata dia, terdapat 2-3 galon untuk minum.

Dia merinci data sampah per tiga bulan setelah berjalannya galonisasi di SMAN 6 Bekasi. Sampah dari yang tadinya 10 kilogram (kg) per hari berkurang menjadi 6kg.

Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa salah satu sampah terbanyak di SMAN 6 Bekasi berasal dari AMDK.

“Galonisasi ini efektif mengurangi sampah botol plastik. Tapi, adanya galon sekali pakai ini menjadi kekhawatiran. Percuma kita mengurangi AMDK kalau galonnya itu plastik sekali pakai,” keluh Elhan.

“Ada klaim kemasan mudah didaur ulang, tapi pengelolaan dan yang bertanggung jawabnya masih belum jelas,” protesnya.

Jangan Remehkan Sebuah Petisi

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira, menilai sebuah petisi bukan sesuatu yang remeh. Berkaca dari kesuksesan pelarangan kantong plastik, bagi Tiza, petisi dari masyarakat dapat membawa perubahan konkret.

Apalagi, lanjutnya, jika para penggagas petisi dan komunitas yang mendukung benar-benar konsisten dan memperjuangkan aspirasinya.

Lebih jauh, Tiza menyebut petisi tolak galon sekali pakai gagasan Elhan dan Helfia merupakan langkah yang tepat. Terlebih petisi tersebut secara terang menyasar satu produsen atau merek galon sekali pakai.

Selain itu, Tiza mengingatkan petisi yang menunjuk langsung suatu pihak, bukan berarti petisi tersebut berasal dari pesaing.

Petisi ini, lanjut dia, bertujuan untuk menghadirkan perubahan yang akan diikuti produsen lain –terutama bagi produsen AMDK.

Tiza menilai produsen besar kerap memasarkan produk dengan klaim yang keliru. Untuk galon sekali pakai, lanjutnya, volume pemasarannya cenderung masif dan bahkan menggaet para influencer ternama.

“Perusahaan itu harus melakukan suatu perubahan. Dengan market share lebih besar dan lebih memengaruhi pasar, mereka bisa memiliki kekuatan lebih untuk maju lebih dulu dan memengaruhi kompetitornya,” jelasnya.

Mengintip Gerakan Ekonomi Sirkular Warga Di Pulau Komodo

Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup, melahirkan model ekonomi sirkular. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Target KKP 2021: Produksi Perikanan Budidaya 19 Juta Ton

Produsen Sampah Plastik Harus Punya Peta Jalan dan Mau Membuka Data

Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, mengatakan kampanye atau gerakan penolakan sampah plastik harus siap berhadapan dengan industri besar.

Meski begitu, lanjutnya, kampanye saat ini memiliki landasan kuat dengan regulasi yang ada. Salah satunya dengan kehadiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 75 tahun 2019 terkait Peta Jalan Pengelolaan Sampah oleh Produsen.

Menurut Atha, dengan adanya regulasi tersebut para produsen terutama produsen kemasan plastik sekali pakai harus sudah memiliki peta jalan sejak tahun 2020.

Pada 2021, lanjutnya, para perusahaan tersebut sudah mulai menjalankan pengelolaan sampah dari produk yang mereka hasilkan.

Atha pun memperingati para pengusaha untuk jangan sampai membuat produk atau kegiatan yang bertentangan dengan regulasi yang ada.

“Galon sekali pakai ini malah jadi kontradiksi. Ketika harusnya pengurangan, mereka malah mengeluarkan produk baru yang berpotensi menjadi sampah sekali pakai,” katanya.

Lebih jauh, Atha menjelaskan, pihaknya memberi beberapa catatan dalam Permen LHK nomor 75 tahun 2020 tersebut. Menurutnya, dalam regulasi tersebut belum mencantumkan keterbukaan data pengelolaan sampah oleh perusahaan. Padahal, hal tersebut penting agar masyarakat tahu dengan kemajuan pengelolaan sampah para produsen.

“Kalau (produsen) sering menyampaikan kemasannya atau proses daur ulang mereka baik, kalau bisa buka (data) seluas-luasnya. Seberapa besar daur ulang yang mereka lakukan? Jangkauan dan titik tempat (pengelolaan sampah), apakah volume produksi seimbang dari jumlah daur ulang?” tanya Atha.

Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi

Top