Jakarta (Greeners) – Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) pada 5 November 2022 tak sekadar menjadi momentum meningkatkan kepedulian pelestarian puspa dan satwa di Indonesia. Akan tetapi, bagian dari menyeimbangkan ekosistem dengan pemanfaatan potensi untuk kehidupan bumi dan manusia.
Pada peringatan HCPSN tahun ini, gaharu (Aquilaria filaria) dan banteng jawa (Bos javanicus) menjadi maskot. Alasan di balik pemilihan kedua maskot ini karena sejalan dengan tema yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) angkat yakni “Potensi Plasma Nutfah Puspa dan Satwa Indonesia”.
Melalui akun Instagramnya, KLHK mengatakan tujuan tema tersebut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perlunya perlidungan plasma puspa dan satwa Indonesia.
Periset Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Asep Hidayat menyatakan, salah satu potensi besar yang Indonesia miliki adalah gaharu. Setidaknya, Indonesia memiliki sebanyak 26 spesies di antara 33 spesies yang ada di dunia. Nilai dari gaharu sangat tinggi mencapai miliaran rupiah untuk kayu gaharu berkualitas bagus.
Kayu gaharu kerap kali dimanfaatkan untuk berbagai macam produk. Mulai dari bahan kosmetik, parfum hingga dipercaya untuk pengobatan medis. Tak hanya itu, harga per kilogram kayu untuk gaharu kualitas terbaik bahkan mencapai miliaran rupiah.
“Namun sayangnya populasi gaharu di alam sudah semakin menurun karena eksploitasi besar-besaran,” katanya kepada Greeners, Minggu (6/11).
Populasi Gaharu Menurun di Alam
Sebaran gaharu di Indonesia sangat beragam. Mulai dari Indonesia bagian timur seperti Sulawesi dan Maluku. Indonesia bagian barat seperti Kalimantan dan Sumatra. Adapun potensi paling besar berada di Indonesia timur karena belum banyak gaharu yang terungkap.
Permasalahannya, hanya sedikit pohon gaharu yang memiliki kayu. Jumlahnya tak besar, tidak akan lebih dari 15 %. “Karena tak pernah bisa memprediksi apakah gaharu menghasilkan kayu atau tidak. Akibatnya mereka menebang gaharu, jika tak ada kayu maka ditinggal,” papar dia.
Hal itu berimbas pada semakin menurunnya populasi gaharu di alam. Tahun 2010 misalnya tidak sampai lima pohon gaharu per hektare di Kalimantan. Asep menyebut, hingga saat ini mungkin akan terus menerus berkurang. “Belum lagi masa tanam pohon gaharu, butuh puluhan hingga ratusan tahun untuk bisa menghasilkan gaharu,” kata dia.
Asep mengungkap hingga saat ini mulai masyarakat mulai memiliki kesadaran untuk melakukan budi daya gaharu. Tahun 2015 misalnya, terdapat 3,3 juta pohon yang berhasil masyarakat tanam. Potensi ini harus dapat sentuhan teknologi.
“Tujuannya tak lain untuk mempercepat masa tanam dan dan identifikasi pohon yang memiliki kayu gaharu agar gaharu yang mereka tanam tak sia-sia,” imbuhnya.
Momentum HCPSN Lindungi Satwa
Sementara itu, maskot HCPSN lainnya yakni banteng jawa adalah salah satu jenis satwa yang dilindungi. Banteng jawa memiliki potensi bioprospeksi untuk dikembangkan melalui program revitalisasi genetik sapi bali.
Program ini meningkatkan performa sapi bali yang mulai menurun akibat inbreeding dan seleksi negatif. Harapannya melalui program revitalisasi ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Momentum peringatan HCPSN juga dapat respon dari Founder Kukangku, Ismail Angung Rumadipraja. Di tengah maraknya kasus kekejaman satwa di media sosial, seharusnya ini menjadi momentum bagaimana kita seharusnya mencintai satwa di Indonesia.
“Termasuk bagaimana kita menjaga, melestarikan, serta mempertanggungjawabkannya kepada generasi penerus kelak bahwa kita adalah generasi yang menyelamatkan bukan perusak,” tegasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin