Jakarta (Greeners) – Penurunan status Kamojang dan Gunung Papandayan yang semula Cagar Alam menjadi Taman Wisata Alam dinilai banyak pihak merugikan masyarakat serta merusak ekosistem alam. Atas keputusan menteri tersebut, kelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat melakukan aksi penolakan di Gedung Manggala Wanabhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta pada Rabu (06/03/2019).
Pada tanggal 10 Januari 2018, Menteri LHK mengeluarkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018 tentang Perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan dari sebagian Cagar Alam Kamojang seluas ±2.391 ha dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas ±1.991 ha menjadi Taman Wisata Alam, terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Staf Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat Wahyudin mengatakan perubahan status cagar alam menjadi Taman Wisata Alam ini akan merusak Danau Ciharus, danau purba yang terletak di Cagar Alam Kamojang. Danau Ciharus ini menjadi sumber air sungai Citarum dan Cimanuk, kedua sungai ini termasuk sungai yang sangat penting bagi kehidupan warga Bandung Selatan.
“Kawasan Kamojang sampai Gunung Papandayan, sebelum berubah statusnya dari cagar alam menjadi taman wisata alam, kerusakan yang terjadi sudah masif dilakukan. Seperti adanya rekreasi motor trail, illegal loging dan perubahan fungsi bisnis wisata alam, salah satunya kolam renang, cafe dan vila-vila,” kata Wahyudin di sela-sela aksi penolakan.
BACA JUGA: Indonesia Usulkan Tiga Cagar Biosfer Baru di ICC MAB UNESCO
Wahyudin menambahkan di kawasan ini juga ada pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) yang telah berlangsung sejak tahun 1974 yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy. Fasilitas ini memanfaatkan area seluas 56,85 Ha (1,97% dari luas taman wisata alam) dengan kapasitas terpasang 235 MW.
“Hal itu semua menyebabkan deforestasi yang bisa mengakibatkan rusaknya tata ruang sehingga menyebabkan sedimentasi dan banjir,” ujarnya.
Wahyudin mengatakan banjir badang Garut pada tahun 2016 yang sangat mengerikan bagi lingkungan maupun kemanusiaan itu salah satunya disebabkan oleh rusaknya lingkungan di kawasan penyangga Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. Penolakan perubahan satatus ini juga menjadi upaya penyelamatan Bandung Selatan sebagai benteng terakhir Parahyangan Selatan.
“Tuntutan kami jelas, Cagar Alam merupakan status tertinggi yang harus di selamatkan dan kerusakan-kerusakan yang telah terjadi saat ini harus diperbaiki oleh pemerintah dengan tidak menurunkan status Cagar Alam menjadi Taman Wisata Alam,” kata Wahyudin tegas.
BACA JUGA: Status Pulau Sempu Tetap Cagar Alam, Aktivitas Wisata Dilarang
Aksi penolakan penurunan status Cagar Alam Kamojang dan Gunung Papandayan ini berjalan damai. Sebanyak 20 orang perwakilan massa kemudian diterima oleh Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno. Pertemuan ini menghasilkan 4 rekomendasi untuk pengkajian ulang Keputusan Menteri atas penurunan status konservasi ini.
Menanggapi tuntutan dan aksi dari Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, Wiratno mengatakan akan meninjau kembali surat keputusan menteri dengan empat rekomendasi yang telah disepakati, yakni:
1) Empat Dirjen terkait diminta untuk merekomendasikan kepada Menteri LHK untuk menangguhkan SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018;
2) KLHK secepatnya membentuk tim kajian dengan melibatkan para pihak terkait, termasuk dari Aliansi Cagar Alam Jawa Barat;
3) Menghentikan sementara segala kegiatan di lokasi TWA; dan
4) Melakukan evaluasi terhadap kinerja pengelolaan kawasan konservasi di wilayah kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat.
“Sore ini saya akan segera melaporkan ke Ibu Menteri (Siti Nurbaya) tentang rekomendasi di forum audensi tadi untuk dicermati perubahan fungsi sebagian Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Gunung Papandayan menjadi TWA. Pemanfaatan jasa lingkungan di Cagar Alam Kamojang memang benar ada seperti motor trail itu karena mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu cagar alam. Serta geothermal energy itu memang sudah lama tapi kita tidak bisa tiba-tiba menutup, harus ada proses yang dikonsultasikan ke beberapa pihak,” kata Wiratno.
Masalah pemanfaatan jasa lingkungan ini juga akan berdampak pada masalah kebersihan taman wisata alam itu sendiri. Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan hutan, terutama di wilayah taman nasional dan kawasan konservasi yang melibatkan aktivitas manusia, akan menimbulkan dampak lain terhadap lingkungan. Diantaranya adalah timbulnya sampah yang mencemari kawasan konservasi.
Penulis: Dewi Purningsih