London, 5 Oktober 2016 – Perubahan iklim terjadi lebih cepat ketimbang kemampuan beradaptasi spesies dan iklim telah berubah antara 3.000 hingga 20.000 kali lebih cepat ketimbang kemampuan spesies padang rumput bisa merespon. Karena, famili padang rumput mencakup gandum, jagung, beras, sorgum, oats, gandum hitam (rye), barley dan tanaman pangan lainnya, maka ini menjadi masalah yang serius.
Meski penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti AS tidak membahas langsung masa depan pangan dunia yang mengalami pemanasan global, para peneliti mengatakan bahwa penemuan mereka memuat implikasi yang ‘mengganggu’.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal the Royal Society “Biology Letters” memfokuskan kepada famili Poaceae atau lebih dikenal sebagai rumput-rumputan.
Makhluk hidup yang terkena dampak perubahan iklim akan memiliki tiga pilihan, yaitu bisa berpindah ke daerah yang lebih tinggi atau mendekati kutub karena suhu meningkat, bisa berevolusi untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru atau mereka bisa punah.
Kondisi Iklim
John Wiens, profesor ekologi dan revolusi biologi, beserta peneliti lainnya dari Universitas Arizona, melihat beberapa pilihan bagi spesies untuk menghadapi kondisi iklim saat ini.
Saat perubahan iklim secara global berubah, kondisi iklim juga akan berubah. Namun, apakah akan bisa berubah pada laju yang sama?
Pelajaran yang dipetik dari dunia vertebrata adalah iklim berubah 100.000 lebih cepat ketimbang kondisi hewan, namun vertebrata mempunyai kaki atau sirip sehingga bisa mengubah pijakan mereka.
Tim peneliti dari Arizona melihat spesies dari famili rumput-rumputan, memilih 236 dari sembilan subfamili dari rumput-rumputan, yang mewakili 95 generasi yang berbeda. Lalu, mereka merekonstruksikan pohon filogenetik untuk melihat kedekatan spesies tersebut, mengkalkulasi umur revolusi dan laju perubahan yang dialami.
Lalu, mereka akan mensimulasikan 32 skenario iklim hingga tahun 2070 dan menemukan bahwa kondisi suhu bervariasi antara 1°C dan 8°C, sementara curah hujan akan berkisar antara 200 hingga 600 mm hingga jutaan tahun lamanya.
Namun, laju perubahan iklim secara global akan lebih cepat — “menunjukkan bahwa kepunahan akan terjadi pada banyak spesies,” tulisnya. “Hal ini mengakibatkan beberapa implikasi, baik untuk keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia.”
Peneliti lainnya telah memperingkatkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi produksi pangan di beberapa negara, yang akan berdampak besar pada masyarakat miskin. Penelitian Arizona menggunakan pendekatan berbeda untuk mencapai kesimpulan yang sama. Lebih tepatnya, semua daging adalah rumput karena semua karnivora bergantung kepada herbivora dan herbivora bergantung kepada rumput.
Manusia mendapatkan setidaknya 49 persen kalori dari sereal yang diproduksi dari rumput-rumputan, dan akibat semua spesies yang ditangkarkan memiliki keterbatasan genetik ketimbang leluhur mereka yang liar maka adaptasi akan semakin tidak mungkin. Varietas liar juga akan terancam akibat perubahan iklim.
“Bahkan penurunan di tingkat lokal dapat berdampak buruk bagi populasi manusia,” peneliti Arizona memperingatkan. “Penurunan drastis dari pangan sudah mulai diprediksi terjadi,” katanya.
Andrew Challinor, profesor untuk dampak iklim dari Universitas Leeds di Inggris, juga menyatakan hasil penelitian sangat mengkhawatirkan.
Ia telah memperingatkan bahwa perubahan iklim di Afrika dapat diartikan sebagai 60 persen dari dataran yang ditanami kacang-kacangan jadi semakin jarang pada tahun 2100. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa petani sudah harus mulai menanam spesies yang bisa beradaptasi dengan iklim yang kian menghangat.
Produksi Gandum
Profesor Chalinor, salah satu anggota tim dari 60 peneliti yang dipubilkasikan di Nature Climate Change journal, mengatakan bahwa mereka telah mengetes dampak dari perubahan iklim terhadap produksi gandum secara global melalui tiga metode independen yang berbeda tapi menghasilkan kesimpulan yang sama: hanya dengan kenaikan suhu global 1°C maka produksi gandum akan turun sebanyak 4,1 persen dan 6,4 persen.
Mereka membagi planet menjadi grid dan melihat iklim dan data untuk beras, tepung jagung, gandum, kedelai, pada tiap grid. Mereka meneliti 30 areal yang merepresentasikan dua pertiga dari produksi gandum di dunia lalu diberikan skala untuk bisa melihat kondisi pada tiap areal.
Yang mereka temukan, secara berulang kali, adalah permintaan pangan akan meningkat hingga 60 persen di region yang mengalami penurunan produksi pangan.
“Perubahan iklim melampaui kemampuan kita untuk beradaptasi dengan produksi pangan,” jelas Profesor Chalinor. “Untuk beberapa area, aksi mendesak perlu diambil segera. Penelitian global yang ada saat ini merupakan alarm untuk meningkatkan upaya untuk bisa menjawab kapan dan di mana masalah akan terjadi.” – Climate News Network