Jakarta (Greeners) – Banjir rob di kawasan Pesisir Utara Jawa karena naiknya permukaan air laut terus berulang. Prediksi tenggelamnya daerah di Pesisir Utara Jawa tidak luput dari ancaman perubahan iklim.
Ancaman tenggelamnya Pesisir Utara Jawa ini lebih mengkhawatirkan daripada Pesisir Selatan. Hal itu teridentifikasi dari terjadinya banjir rob pada pesisir utara Jawa di berbagai kota seperti Jakarta, Cirebon, Pekalongan, Semarang dan Surabaya.
Tak hanya itu, pengambilan air tanah secara terus menerus di kota-kota besar padat penduduk turut memperparah keadaan tersebut.
Prediksi tenggelamnya daerah tersebut juga tidak luput dari ancaman perubahan iklim. Mulai dari peningkatan terjadinya badai tropis, maupun peningkatan gelombang pasang. Gempuran tersebut meningkatkan potensi ancaman tenggelamnya Pesisir Utara Jawa.
Pakar Iklim dan Meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian menyebut, dampak perubahan iklim yang mengkhawatirkan lainnya adalah, melelehnya semua lapisan es yang ada pada permukaan tanah. Lapisan es tersebut mengarah ke tiga titik pusat di dunia, yaitu Kutub Selatan, Greenland dan lapisan es pada Gunung Himalaya.
“Yang kita khawatirkan terjadi pelelehan yang akan menambah muka air laut, jadi muka air laut itu dapat meluap atau bertambah tinggi karena volumenya bertambah dari pelelehan tersebut,” kata Edvin dalam Webinar Perubahan Iklim dan Ancaman Tenggelamnya Pesisir Jawa, di Jakarta, Kamis (14/10).
Edvin menambahkan, Indonesia telah mengalami dampak kenaikan air laut, pada daerah utara Jawa 3,6 mm per tahun. Berdasarkan hasil riset mengenai skenario iklim jangka panjang dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Dengan menggunakan Representative Concentration Pathways (RCP) 8.5 mengungkapkan, akan terjadi kenaikan muka air laut sebanyak 1,57 -1,60 m dalam 100 tahun ke depan.
Tanam Mangrove di Pesisir Utara Jawa
Profesor Riset Bidang Sistem Informasi Spasial, Badan Informasi Geospasial, Dewayany Sutrisno memaparkan tindakan pencegahan terhadap dampak dari perubahan iklim tersebut. Salah satunya dengan konversi lahan melalui penanaman mangrove.
“Kalau mitigasi dari laut dan mitigasi dari darat tidak baik, itu bisa berdampak tenggelamnya kota-kota tadi. Yang penting adalah konversi lahan ini juga harus diperhatikan jadi jangan sampai hutan mangrovenya ditebang terus,” papar Dewayany.
Ia juga mengatakan, pentingnya melibatkan masyarakat dalam hal pencegahan, terlebih dalam hal penataan ruang. Menurutnya prediksi tenggelamnya Kota Jakarta dan Pantai Utara Jawa (Pantura) dapat dicegah dengan perencanaan yang matang.
“Tenggelamnya kota-kota di Pantura dapat kita mitigasi dengan perencanaan wilayah yang partisipatif, berwawasan lingkungan dan dengan mempertimbangkan dampak-dampak perubahan iklim dan ekosistem lingkungan untuk kepentingan masyarakat bersama,” ungkapnya.
Cegah Penyedotan Air Tanah
Selain perubahan iklim, penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah secara berlebihan menjadi penyebab yang besar sebagai ancaman tenggelamnya Pulau Jawa. Terungkap bahwa hal tersebut mempercepat laju tenggelamnya Pulau Jawa daripada meningkatnya volume air di lautan.
Beberapa skenario pencegahan penurunan permukaan tanah di berbagai daerah mulai bermunculan, salah satunya adalah fokus terhadap penyediaan air bersih pada air permukaan tanah.
Utusan Gubernur DKI Jakarta untuk Mitigasi dan Perubahan Iklim Irvan Pulungan mengatakan, sebagai solusi Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No 52 dan 57 Tahun 2021 Tentang Tarif Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Peraturan tersebut mengatur tentang pemberian subsidi air oleh Pemerintah DKI Jakarta bagi warganya yang ingin menggunakan air pipa.
“Jadi ini salah satu kebijakan untuk mendorong gaya hidup yang tidak lagi menggunakan sumur bor, tapi menggunakan sistem perpipaan,” jelas Irvan.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Perwakilan Gubernur Jawa Tengah Peni Rahayu juga menyampaikan berbagai upayanya. Ia mengatakan, di Kota Semarang terdapat peraturan untuk melarang pengambilan air tanah sejak dua tahun yang lalu. Untuk pemenuhan ketersediaan air bersih, Jawa Tengah mempunyai Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) dan menyediakannya melalui Perusahaan Air Minum (PAM) dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
“Kami memfasilitasi pemerintah provinsi untuk penyediaan air sehingga di daerah Pantura ini tidak lagi mengambil air tanah,” kata Peni.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan gerakan penyelamatan daerah aliran sungai (DAS) di hulu dan penanaman mangrove di hilir. Serta, pembangunan jalan tol yang terintegrasi dengan tanggul laut dan kolam retensi dengan sistem pompa dari Semarang hingga Demak.
Penulis : Zahra Shafira