Jakarta (Greeners) – Revisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 32 Tahun 2016 menjadi landasan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam melakukan tindak pencegahan, penanggulangan dan penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan menggantikan Permen 12 Tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Sekretaris Jendral KLHK Bambang Hendroyono menegaskan bahwa isi dari Permen LHK No. 32/2016 kali ini sangat berbeda dan akan menjadi titik kendali bagi Menteri LHK dalam melakukan pencegahan, penanggulan dan penegakkan hukum atas kasus kebakaran hutan dan lahan.
Dalam Permen ini, katanya, selain membahas masalah operasional, Permen tersebut juga membahas tentang organisasi, sarana prasarana, penghargaan, sanksi, pembiayaan hingga pembinaan masyarakat. Oleh karena itu, Permen ini harus menjadi perhatian utama bagi para perusahaan pemegang izin.
“Permen ini akan menjadi alat KLHK apabila di lapangan masih terjadi kebakaran,” terang Bambang saat melakukan sosialisasi Permen LHK Nomor 32 Tahun 2016 di Jakarta, Selasa (24/05).
Permen LHK No. 32/2016 ini juga akan menyasar para pemangku kepentingan di tingkat tapak, khususnya provinsi dan daerah, pemegang ijin hutan hak, hutan adat, pemerintah dan swasta.
Menurut Bambang, nantinya terjadi kebakaran hutan dan lahan, maka prosesnya akan masuk ke Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, lalu masuk ke Direktorat Jendral Penegakan Hukum. Apabila terbukti maka dikenakan sanksi administrasi terlebih dahulu, setelah itu masuk ke Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), lalu ke Badan Restorasi Gambut dan Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
“Setelah itu baru ada keputusan lanjut atau tidaknya perusahaan ini beroperasi. Makanya, bagi perusahaan yang sudah kena sanksi segeralah komunikasikan ke Dirjen PHPL,” tambahnya.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Rafles Brotestes Panjaitan menyatakan Permen LHK No. 32/2016 juga meminta perusahaan pemegang izin agar lebih aktif dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan dalam wilayah konsesinya. Nantinya, perusahaan akan diberi waktu selama 90 hari untuk melengkapi apa saja yang diharuskan di dalam Permen tersebut, baik dari sisi sarana prasarana hingga teknologi.
“Tiga bulan ke depan akan kita lihat, cek dan teliti, perusahaan-perusahaan besar yang kira-kira arealnya terbakar apa akan masif seperti tahun lalu. Kemudian yang di gambut juga nanti akan kita lihat sistem pengelolaannya sesuai dengan PP tentang gambut,” tuturnya.
Untuk menyukseskan pengendalian kebakaran hutan dan lahan ini, Rafles menyatakan KLHK juga akan menyasar masyarakat di tingkat tapak seperti masyarakat desa, khususnya daerah-daerah yang menjadi lokasi rawan kebakaran. Dari 731 desa yang diberikan datanya oleh Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, baru 518 desa yang sudah tervalidasi oleh Badan Informasi Geospasial.
“Kami dapat 731 itu dari Planologi, sekarang lagi dicek lagi, tapi minimum 585 itu sudah harus ditingkatkan lagi pengawasannya. Ini perlu dilakukan mumpung belum kebakaran. Intinya, keterlibatan semua pihak, bukan hanya perusahaan, tapi juga keterlibatan masyarakat juga perlu ditingkatkan,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih