Jakarta (Greeners) – Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, isu sampah, mulai dari rencana pengurangan sampah plastik, fasilitas pembuangan dan penampungan, hingga sampah di laut dan paling baru, tersebarnya video petugas kebersihan dari PT Pelni yang membuang sampah dari atas KM Bukit Raya yang sedang berlayar tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, komunitas, aktivis hingga pemangku kebijakan. Aksi-aksi bersih sampah pun mulai gencar digalakan, bukan hanya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menjadi leading sector, namun juga oleh banyak pihak.
Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Pembangunan VI periode 1993-1998, mengatakan, saat ini permasalahan penanganan dan pengelolaan sampah telah menjadi isu bersama dan tidak bisa diserahkan pada satu lembaga saja. Menurutnya, KLHK sudah tidak bisa lagi hanya menjadi leading sector dalam penanganan masalah sampah, melainkan harus mampu mengharmonisasikan setiap kelembagaan baik itu pemerintah, masyarakat, komunitas, negara donor maupun Lembaga Swadaya Masyarakat.
“Mungkin istilah leading sector sudah kuno. KLHK harus mulai menjadi pihak yang menyerasikan, melakukan harmonisasi antar lembaga, karena sekarang ini di mana-mana telah terjadi ego sektoral. Mereka tidak sadar kalau mereka sebenarnya juga saling ketergantungan,” tuturnya kepada Greeners, Jakarta, Jumat (01/09).
BACA JUGA: Kemenhub Akui Pengawasan Pengelolaan Sampah di Atas Kapal Masih Minim
Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Persatuan Nasional ini, mengatasi permasalahan sampah tidak bisa lagi ditangani semata-mata melalui pendekatan administratif dan birokratik. Artinya, bukan masalah siapa yang memimpin untuk menyelesaikan masalah ini lagi karena isu sampah ini adalah isu strategis yang menitikberatkan pada komunikasi dan perubahan perilaku. Keterlibatan banyak pihak dalam isu persampahan adalah indikasi positif bahwa kepedulian tentang sampah mengalami peningkatan.
Ia mengakui bahwa kelembagaan penanganan sampah mungkin saja tertinggal dari massifnya masalah sampah yang terjadi di Indonesia. Penanganan kelembagaan ini pun, lanjutnya, hanya akan effektif kalau didahului oleh efektivitas komunikasi dan perubahan perilaku.
Dewasa ini, lanjut Sarwono, ada kemajuan dalam kepedulian tentang sampah yang melahirkan banyak inisiatif dan inovasi. Oleh karenanya, pendekatan kelembagaan perlu mengadopsi berbagai prakarsa yang nyata dalam mengurangi dampak timbunan sampah.
“Jadi bukan bicara lagi siapa leading sector-nya. Pendekatan legalistik administratif dan birokratik memang penting, namun yang strategik adalah terwujudnya perubahan perilaku,” tambahnya.
BACA JUGA: LIPI: Tidak Mudah Meneliti Sumber Sampah di Laut
Terkait implemetasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Sarwono yang saat ini menjabat sebagai Dewan Komisaris PT Energy Management Indonesia (Persero) EMI mengatakan bahwa penanganan dan pengelolaan sampah secara nasional memang sudah diatur dalam UU No.18 tahun 2008 maupun turunannya.
Namun untuk pengendalian sampah di atas kapal seperti yang terjadi pada kasus ABK Bukit Raya yang sempat viral maupun pengendalian sampah di pesawat, aturan-aturan yang wajib dipatuhi sudah tertera dalam aturan-aturan internasional seperti Marine Policy (Marpol) Annex V untuk kapal laut maupun International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk pesawat.
“Kalau kapal dan pesawat udara kan trayeknya lintas batas, jelas dong harus nurut sama aturan internasional. Ada Marpol untuk kapal laut dan ada aturan ICAO untuk pesawat. Jadi keterkaitannya sama KLHK ya hanya komunikasi,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih