Jakarta (Greeners) – Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro, menyatakan bahwa master plan dan urban design (IKN) Ibu Kota Negara baru di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara Kaltim, mengusung konsep forest city dengan prinsip efisiensi energi berkelanjutan.
Namun, akademisi asal Institut Teknologi Kalimantan Farid Nurrahman menyatakan pengusungan konsep forest city ini harus didasari dengan indikator perkotaan yang jelas sehingga tidak menimbulkan salah persepsi di masyarakat.
“Konsep forest city, sustainable, itu kan hanya sebuah penamaan, yang paling penting indikator perkotaan. Karena indikator perkotaan itu merupakan kunci tercapainya atau tidak tujuan sebuah negara dibangun. Kalau indikatornya tidak jelas kan gak tau sesuai perencanaan atau tidak,” ujar Farid dalam diskusi media Ecofriendly Capital of Indonesia di Kantor Yayasan Masyarakat Madani, Jakarta, Senin (09/09/2019).
BACA JUGA : Dampak Sosial Pemindahan Ibu Kota Terhadap Masyarakat Adat
Farid mengatakan apapun konsep yang diusung oleh pemerintah untuk ibu kota negara baru membutuhkan indikator perkotaan artinya rencana jangka pendek, menengah, dan panjang harus jelas. Pembagian kawasan untuk pembangunan dan kawasan terbuka hijau dijelaskan. Keterbukaan ini harus diberikan oleh pemerintah.
“Indikator ini juga berbeda-beda, kemarin Pak Jokowi mengatakan kalau membutuhkan luasan 180 ribu ha untuk membangun IKN. Jadi dari seluruh itu, 70%nya untuk ruang terbuka hijau, dan 30%nya kawasan pembangunan. Karena di Malaysia ada kota berkonsep Forest City tapi full bangunan. Dari situ akhirnya kita lihat konsep forest city-nya blur, tidak sesuai dengan sesuai forest (hutan),” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Bappenas mengatakan konsep forest city ini memastikan kelestarian hutan, sehingga Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan dibangun minimal lima puluh persen dari total luas area kota.
Selain itu, prinsip Intelligent City dan City in a Garden membuat Ibu Kota Negara Baru akan mengintegrasikan sistem taman, aliran air, wetland, hutan, dan ruang terbuka menjadi satu kesatuan. IKN pun akan menjadi kota yang sarat dengan bangunan dan perumahan berprinsip hijau dengan efisiensi energi, air dan bahan yang tinggi, sirkulasi yang baik untuk menjamin kesehatan masyarakat serta sistem daur ulang yang terintegrasi.
Dengan rancangan zonasi, 2.000 ha untuk kawasan inti pusat pemerintahan berupa istana, kantor lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), taman budaya, dan kebun raya. Kawasan IKN 40.000 ha berupa perumahan ASN, Fasilitas Pendidikan dan kesehatan, Universitas, Sport Centre, dan Museum.
BACA JUGA : Pemda Kalteng Pastikan Pembangunan Ibukota Baru Tidak Berada di Kawasan Gambut
Serta bertahap pembangunan kawasan Perluasan IKN 1 20.000 ha berupa taman nasional, konservasi orang utan/kebun binatang, klaster permukiman Non-Asn, bandara dan pelabuhan. Kawasan Perluasan IKN tahap ke-2 lebih dari 200.000 ha berupa metropolitan dan wilayah pengembangan.
Mikhail Gorbachev, Juru Bicara DPP PSI Bidang Lingkungan Hidup dan Perkotaan mengatakan jika pemindahan IKN ini merupakan misi Presiden Jokowi untuk membuat Indonesia sentris, menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia.
“Pemindahan ini juga sebagai ajang DKI Jakarta untuk menata kembali kawasannya untuk memperbanyak atau mempertahankan ruang terbuka hijau,” ujar Mikhail.
Penulis: Dewi Purningsih