Jakarta (Greeners) – Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) mendorong Indonesia mengurangi intensitas pencemaran udara dan mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui pengetatan standar emisi kendaraan bermotor. Apalagi kota-kota besar di Indonesia memiliki tingkat pencemaran udara yang relatif parah.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safruddin menekankan, agar Indonesia memperketat standar emisi pencemaran udara dengan mengadopsi Euro Standar yang lebih ketat.
Berbagai negara telah mengetatkan Euro Standar yaitu Thailand, mengadopsi Euro 4/IV standard pada tahun 2012, Singapura mengadopsi Euro 5/V standar pada 2014. Lalu Vietnam mengadopsi Euro 4/IV standar pada 2017 yang kemudian memperketatnya menjadi Euro 5/V pada tahun 2022.
“Sedangkan Indonesia sendiri baru adopsi Euro 4/IV untuk kendaraan bensin Oktober 2018 dan kendaraan diesel pada April 2022. Sementara terkait isu mitigasi emisi GRK banyak negara menerapkan standar karbon kendaraan (vehicular carbon standard) secara lebih ketat,” katanya dalam keterangannya, baru-baru ini.
Hal ini krusial mengingat tingginya tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dalam waktu satu dekade. Jakarta misalnya memiliki intensitas pencemaran udara yang tak sehat dengan parameter dominan PM10, PM2.5, O3 dan SO2.
“Rata-rata tahunan konsetrasi PM2.5 mencapai 46,1 µg/m3, jauh dari baku mutu udara ambient 15 µg/m3,” ujar dia.
Hal itu berdampak pada berbagai penyakit, seperti ISPA, asma, pneumonia, broncho-pneumonia, PPOK. Selain itu juga jantung koroner, kanker, hipertensi, gagal ginjal dan penurunan daya intelektual anak-anak. Bahkan, pada tahun 2016, biaya kesehatan untuk pengobatan berbagai penyakit tersebut mencapai Rp 51,2 triliun per tahun.
Pengurangan Emisi Atasi Krisis Iklim
Tak hanya itu, pengurangan emisi juga berdampak luas terhadap kepentingan global untuk mengatasi krisis iklim akibat pemanasan global (global warming). Krisis iklim menyebabkan berbagai bencana seperti badai, banjir dan tanah longsor. Kemudian, peningkatan permukaan air laut, kekeringan, gagal panen, serta meluasnya kawasan endemik penyakit tertentu seperti malaria.
Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk Perubahan Iklim juga menetapkan langkah ambisius secara global untuk memitigasi emisi GRK. Tujuannya agar kenaikan temperatur global tidak lebih dari 1,5 Celcius pada tahun 2100.
Melalui penerbitan Perpres No 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional, Indonesia telah mengamanatkan penerapan fuel economy standard mulai 2020.
Terkait hal ini, banyak negara juga memanfaatkannya untuk menciptakan hambatan perdagangan internasional (new int’l trade barrier). “Saat ini kita juga tidak bisa menjual produk otomotif kita yang berstandar Euro 4/IV ke Vietnam, mengingat Vietnam telah menetapkan standar baru yaitu Euro 5/V standar pada 2022 ini,” ujar dia.
Manfaat Ekonomi Standar Karbon Kendaraan
Puput menyatakan, pentingnya perumusan pengetatan standar dalam periode tertentu hingga tahun 2030. Misalnya dengan roadmap sepeda motor, kendaraan penumpang ringan (light duty vehicle, LDV), dan kendaraan berat (heavy duty vehicle, HDV). Masing-masing 85.43 grCO2/km, 132.89 grCO2/km dan 1,552.94 grCO2/km pada 2020.
Kemudian diperketat lagi untuk sepeda motor, kendaraan penumpang ringan dan kendaraan berat masing-masing menjadi 51.99 grCO2/km, 80.87 grCO2/km, 945.05 grCO2/km pada tahun 2025. Dari kebijakan itu terdapat potensi untuk mengurangi 280 juta tonCO2e (59 %) dari 470 juta tonCO2e emisi transportasi jalan raya BAU pada tahun 2030 (baseline sebesar 105 juta ton CO2e pada 2010).
“Dengan penerapan roadmap ini, Indonesia akan memanen manfaat ekonomi sebesar USD 341,00 miliar yang meliputi efisiensi bahan bakar, peningkatan kesehatan dan peningkatan produktivitas masyarakat,” paparnya.
Selain itu, dalam konteks efisiensi bahan bakar, dapat menghemat hingga 59,86 juta KL/tahun bensin, dan 56,00 juta KL/tahun solar yang setara Rp 677 triliun/tahun pada tahun 2030,” papar dia.
Puput menyebut, pilihan ada dalam tangan pemerintah. mau atau tidak memperketat standar emisi kendaraan. Sekaligus memainkannya sebagai tombak bermata dua pengendalian emisi dan merebut pangsa pasar otomotif di Asia Tenggara.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin