Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung penuh pemberian grasi yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kepada Eva Bande, seorang aktivis lingkungan hidup dan agraria yang juga anggota individu Walhi dari Sulawesi Tengah.
Pada peringatan hari Hak Asasi Manusia tanggal 10 Desember 2014 kemarin, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan, menyatakan, selain memberikan grasi, Walhi juga mendesak agar Negara merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat Eva Bande, petani, dan semua pejuang agraria yang telah menjadi tahanan politik agraria.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa grasi Presiden yang diberikan kepada Eva Bande bukanlah sebagai sebuah justifikasi bagi pemerintah bahwa Eva Bande telah melakukan kejahatan.
Menurut Abetnego, apa yang telah dilakukan oleh Eva Bande bersama petani adalah sebuah jalan perjuangan untuk mendapatkan keadilan atas hak-haknya dalam pengelolaan sumber-sumber agraria yang selama ini telah dirampas oleh kekuatan modal yang difasilitasi oleh pemerintah.
“Rehabiltasi menjadi hak bagi semua pejuang agraria dan lingkungan hidup atas tindakan Negara menggunakan kewenangannya untuk membungkam perjuangan rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan keadilan agraria,” ujar Abetnego, Jakarta, Kamis (11/12).
Selama ini aktivis agraria mendapat stigma sebagai penjahat, pelaku kriminal, dan penghambat pembangunan dan pertumbuh ekonomi. Mereka juga dikriminalisasi dan kerap dituduh negara sebagai perambah hutan dan perusak lingkungan. Oleh karena itu, Abetnego menjelaskan, rehabilitasi tersebut akan sangat berarti bagi Eva dan pejuang agraria lainnya.
Lebih lanjut Abetnego mengatakan, Walhi mendorong agar pemberian grasi juga diberikan kepada dua orang petani lainnya, yakni Arief Bennu dan I Nyoman Swarna, yang telah dikriminalisasi dengan menggunakan tuntutan hukum Pasal 160 KUHP jo 55.
Walhi berpandangan bahwa grasi yang diberikan oleh Presiden adalah salah satu isyarat kepada aparat penegak hukum untuk tidak mudah dan semena-mena melakukan rekayasa kasus, sehingga mengakibatkan banyaknya pejuang lingkungan dan agraria dikiriminalisasi.
Sebaliknya, upaya politik ini menjadi momentum memperkuat dasar hukum bahwa pejuang lingkungan hidup sebagaimana tercantum dalam pasal 66, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pemberian grasi ini mesti ditempatkan sebagai sebuah pembuktian bagi pemerintah untuk mengoreksi sistem hukum yang memberikan legitimasi kepada Negara untuk melakukan kriminalisasi terhadap warga negara yang melakukan perjuangan atas keadilan agraria dan lingkungan hidup,” pungkasnya.
(G09)