Jakarta (Greeners) – Peringatan Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di Bali berdampak signifikan terhadap lingkungan. Selama lebih dari 24 jam Bali bebas dari polusi udara dan cahaya.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyebut, aksi mitigasi singkat melawan perubahan iklim melalui pemadaman energi selama 30 jam itu diyakini menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 33 % saat peringatan Nyepi tahun 2013 lalu.
Peneliti Meteorologi dan Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian menyampaikan hal itu kepada Greeners, baru-baru ini. Angka itu ia dapat saat dirinya masih menjabat Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Edvin Aldrian tahun 2013.
Menurutnya, saat peringatan Nyepi komponen emisi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2) dan Nitrogen Oksida (N2O) mengalami penurunan hingga 33 %.
“Ini luar biasa dan hanya ada di Bali, Indonesia sebagai aksi mitigasi singkat kita terhadap perubahan iklim,” katanya.
Penelitian itu berlokasi di lima daerah, yakni Denpasar, Karangasem, Negara, Singaraja dan Bedugul. Secara efektif, sambung dia penghitungan penurunan emisi terhitung malam hari pascapawai Ogoh-Ogoh mencapai 30 jam.
Saat perayaan Nyepi, Pulau Dewata ini mengalami istirahat total sebab terdapat empat pantangan yang wajib dipatuhi umat Hindu. Ini tercantum dalam Catur Brata Penyepian, yaitu amati karya, amati geni, amati lelungan, serta amati lelanguan.
Penurunan Emisi Peringatan Nyepi dan Earth Hour Berbeda
Umat Hindu maupun masyarakat yang tinggal di Bali tidak boleh menggunakan listrik dan membunyikan suara baik dari aktivitas maupun saluran tv, hingga radio. Edvin memperkirakan penurunan emisi akan terus naik seiring semakin padatnya masyarakat yang tinggal di Bali. “Trennya akan meningkat setiap tahunnya karena Bali semakin ramai,” imbuhnya.
Ia menyebut, sejatinya aksi serupa pernah Jakarta lakukan melalui aksi Earth Hour. Aksi melalui pemadaman lampu berlangsung satu jam ini tapi tak secara masif seperti di Pulau Bali. “Ini tak bisa dibandingkan karena di Jakarta belum keseluruhan,” ujarnya.
Bintang Bertaburan, Tak Ada Polusi Cahaya
Tak hanya penurunan emisi, saat peringatan Nyepi bintang-bintang di langit Bali bertaburan semakin terang kontras dengan pemadaman cahaya di Pulau Bali.
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin menilai, saat perayaan Nyepi, polusi cahaya menjadi minim sehingga bintang-bintang di langit tampak lebih jelas.
“Di semua kota besar saat ini kita tidak bisa menikmati keindahan langit karena polusi cahaya dari bumi,” kata dia.
Meski tak berdampak langsung dan buruk, ia menyebut dampak dari polusi cahaya, terutama di kota-kota besar yakni dapat mengubah pola tidur warganya. Selain itu polusi cahaya juga berdampak pada riset astronomi.
“Seperti di Observatorium Bosscha dari dampak polusi cahaya kota Bandung. Riset objek-objek redup tak bisa lagi kita lakukan,” ujarnya.
Thomas mendorong agar peringatan Nyepi menjadi pengingat agar seluruh lapisan masyarakat menghemat penggunaan energi melalui pengurangan penggunaan lampu luar.
“Bila perlu lampu luar, arahkan ke bawah dan gunakan tudung lampu agar cahayanya tidak terpancar ke atas,” imbuhnya.
Ia menambahkan pentingnya upaya penyelamatan langit gelap agar tetap bisa menikmati langit gelap. Salah satunya melalui Taman Nasional Langit Gelap di Observatorium Nasional Timau (Obsnas), yang masih BRIN dan Pemkab Kupang, Nusa Tenggara Timur bangun hingga saat ini.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin