Jakarta (Greeners) – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada PT Pusaka Binjani Resources (PBR) yang diduga telah melakukan kegiatan perbudakan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) di Pulau Benjina, perairan Aru, Maluku, sesuai dengan laporan yang diberitakan oleh Kantor berita Associated Press (AP) beberapa waktu lalu.
Kepada Greeners, Ketua Dewan Pembina KNTI, Riza Damanik mengatakan, sanksi tegas yang dilakukan pemerintah kepada pelaku praktik perbudakan seharusnya bisa menunjukkan bahwa Indonesia memang benar-benar serius dalam memberantas praktik illegal fishing.
“Cabut izinnya, berikan sanksi. KKP juga perlu melibatkan Komnas HAM, Imigrasi, Kemenlu, TNI-Polri, hingga kelompok masyarakat untuk melakukan investigasi,” terangnya, Jakarta, Senin (30/03).
Selain itu, Riza juga meminta agar proses penyelesaian kasus PBR ini dapat berjalan transparan agar publik dalam dan luar negeri mengetahui kesungguhan pemerintah untuk menyudahi praktik perbudakan di laut Indonesia.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Saut P. Hutagalung mengatakan bahwa dengan adanya pemberitaan dari AP tersebut, dikhawatirkan akan membuat nama Indonesia menjadi tercemar di dunia internasional. Ia juga menyatakan, untuk menghindari asumsi publik yang tidak baik terhadap Indonesia, KKP telah menjelaskan bahwa kapal penangkap yang dimaksudkan dalam laporan AP itu bukanlah kapal Indonesia.
Menurut Saut, Menteri Susi juga sudah mengatakan bahwa PT PBR memang bermasalah. Surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal penangkap ikan (SIKPI) yang dipegang PT PBR pun sudah kadarluasa. Cara menangkap mereka juga melanggar Undang-Undang Perikanan.
“Oleh karena itu, sudah tepat dan terbukti efektif langkah KKP melakukan pembenahan terhadap kapal-kapal ikan dengan dikeluarkannya Permen KP Nomor 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Hal ini sejalan dengan prinsip KKP bahwa akan sangat keras dan tegas memberantas praktek IUU Fishing,” tandasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan investigasi dari Associated Press pada tanggal 25 Maret 2015 lalu, dikemukakan bahwa telah terjadi perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) yang dilakukan oleh kapal-kapal Thailand yang dioperasikan oleh PT Pusaka Benjina Resources yang berlokasi di Benjina, Maluku. Kapal tersebut melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia untuk perusahaan di Thailand.
Penulis: Danny Kosasih