Jakarta (Greeners) – Indonesia merupakan rumah dari 17 persen total spesies yang ada di dunia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sempat mengatakan bahwa masih banyak persoalan yang harus dihadapi untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia.
Sebagian besar spesies menghadapi ancaman kepunahan karena perusakan habitat dan perburuan. Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), di Indonesia tercatat ada dua spesies satwa berkategori punah, 66 spesies berkategori kritis, dan 167 spesies dalam kondisi genting. Sedangkan untuk tumbuhan tercatat 1 spesies punah, 2 spesies punah in situ, 115 spesies kritis, dan 72 spesies berstatus genting.
“Oleh karena itu pemerintah telah menegaskan upaya perlindungan terhadap tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi ini,” katanya, Jakarta, Minggu (05/06).
BACA JUGA: Perdagangan Ilegal, Perlindungan Tumbuhan dan Satwa Liar Lemah
Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani menjelaskan wildlife crime atau kejahatan terhadap terhadap tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi telah disepakati sebagai transnational organized crime di seluruh dunia serta mendapatkan posisi serupa dengan kejahatan luar biasa lainnya, seperti korupsi, pencucian uang, kejahatan terorganisir, senjata api ilegal, obat-obatan dan terorisme.
Kejahatan TSL dilindungi ini, katanya, begitu menarik minat bagi pelakunya karena menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Nilai perdagangan satwa ilegal mencapai 15 sampai dengan 20 miliar dollar per tahun. Ini merupakan angka perdagangan ilegal yang sangat besar di dunia, dimana nilainya hampir sama dengan perdagangan narkoba, senjata dan manusia.
“Menurut catatan kami, sepanjang tahun 2015, setidaknya terdapat 43 kasus penegakan hukum TSL dilindungi yang berhasil ditindak. Lalu untuk tahun 2016, ada 16 kasus yang juga berhasil diselesaikan. Ke depannya, kami akan memperkuat pengamanan kawasan-kawasan dan pintu-pintu keluar seperti bandara dan pelabuhan,” jelasnya kepada Greeners.
Roy menyatakan, tim penegakan hukum KLHK akan meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan bea cukai, pelabuhan serta TNI-Angkatan Laut. Akan dibuka pula kerjasama dengan beberapa negara untuk mengurangi potensi terjadinya kejahatan internasional terkait kejahatan TSL dilindungi dan memperkuat pelacakan jual beli TSL dilindungi melalui sistem daring (online).
BACA JUGA: Sistem Pengawasan Lemah, Kematian dan Perdagangan Satwa Dilindungi Terus Terjadi
Direktur Konservasi WWF Indonesia Dr Arnold Sitompul dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners menyatakan, masih maraknya perdagangan ilegal satwa liar termasuk di situs online membutuhkan partisipasi semua pihak untuk menghentikannya. Ia menyatakan bahwa kasus ini sudah seperti fenomena gunung es, semakin diusut semakin banyak ditemukan kasus dan modusnya. Publik juga masih menganggap memelihara atau menggunakan satwa dilindungi akan meningkatkan status sosial.
“Tidak hanya regulasi yang diperkuat, public awareness juga harus ditingkatkan untuk melaporkan jika mengetahui ada satwa dilindungi yang diperdagangkan. Paradigma masyarakat yang menjadikan pemeliharaan satwa dilindungi atau menyimpan bagian tubuhnya sebagai alat status sosial dan gengsi juga sudah harus dihilangkan,” tambahnya.
(selanjutnya)