Jakarta (Greeners) – Fenomena banjir rob di jalur pantai utara (Pantura) Jawa Tengah tak lepas dari faktor penurunan muka tanah. Perlu pembatasan penggunaan air tanah. Hal ini menjadi langkah pengendalian dan antisipasi banjir rob di masa mendatang yang lebih parah.
Pakar Geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas mengatakan, tingkat penurunan muka tanah terjadi beriringan dengan semakin masifnya eksploitasi air tanah. Selain itu juga maraknya pembangunan di tahun 2000-an.
Padahal, sambung dia kondisi tersebut berbeda saat tahun 1980-an dan 1990-an, di mana pembangunan belum masif dan banjir rob belum ada. Turunnya permukaan muka tanah di setiap wilayah yang ada dalam jalur Pantura tersebut berbeda-beda. Ada yang 10 sentimeter hingga 20 sentimeter per tahun.
“Jika penurunan muka tanah terjadi selama tiga tahun, bisa dipastikan penurunannya 60 sentimeter. Ini luar biasa dampaknya,” katanya kepada Greeners, Rabu (25/5).
Heri juga menyebut penurunan muka tanah juga berimbas pada bocornya tanggul, khususnya seperti banjir di Semarang. “Kalau penurunan tanahnya cepat maka itu bisa menjadi tanggul bermasalah hingga menyebabkan tanggul jebol,” ucapnya.
Siapkan Strategi Tekan Dampak Banjir Rob
Oleh karena itu sambung Heri, pemerintah bersama-sama dengan masyarakat hendaknya tak sekadar melakukan penanganan jangka pendek. Misalnya, pembangunan infrastruktur di pesisir dan tanggul, serta peninggian rumah-rumah warga. Akan tetapi, juga mengendalikan pembatasan penggunaan air tanah.
“Karena tanggul pasti akan terus turun, jalan tol juga akan turun. Pembangunan tanggul dan infrastruktur itu perlu, tapi jangan berhenti di situ. Kita perlahan harus mulai mengendalikan laju penurunan tanah sebenarnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan banjir pesisir atau banjir rob di sejumlah wilayah Indonesia akan terjadi hingga Kamis (26/5).
Banjir rob telah terjadi di pesisir Pantai Tegal, Wonokerto-Pekalongan, Pantai Sari Pekalongan, Pantai Batang, Pantai Tawang Kendal. Selain itu juga di Jalan Raya Genuk Semarang-Demak, Pantai Karang tengah Demak, Pantai Rembang dan pesisir Jawa Timur.
Tak hanya itu, banjir rob khususnya yang melanda daerah sekitar pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah pada Senin (23/5) siang diikuti jebolnya tanggul. Hal ini semakin memperparah banjir di wilayah ini. Imbasnya, sekitar 8.000 kepala keluarga terdampak banjir rob ini.
Pasang Surut Laut Bisa Jadi Faktor Pengaruh
Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo menyebut, potensi banjir rob di berbagai wilayah di Indonesia bersamaan dengan adanya fase bulan purnama dan kondisi perigee (jarak terdekat bulan ke bumi).
Eko menyatakan, selain faktor curah hujan di beberapa wilayah ada sejumlah sebab lain yang memicunya. Penyebab lainnya yakni, gelombang tinggi di Laut Jawa yang mencapai 1,25-2,5 meter.
Selain itu kecepatan angin mencapai 10-20 knot juga turut memberikan dampak terhadap peningkatan banjir rob di wilayah tersebut.
“Berdasarkan analisis dan prediksi pasang surut serta adanya potensi angin kencang dan gelombang tinggi, kondisi banjir pesisir ini dapat berlangsung hingga tanggal 26 Mei 2022,” katanya.
Potensi tersebut BMKG prediksi terjadi di wilayah pesisir utara dan selatan Jawa, sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta di sebagian wilayah selatan Jawa hingga NTB.
Eko menyatakan faktor lain penyebab banjir rob ini, yakni terkait dengan penurunan muka tanah bisa saja terjadi mengingat kerapnya terjadi di wilayah-wilayah terdampak banjir tersebut.
Akan tetapi, hal ini perlu diteliti lebih lanjut. “Artinya apakah akan berlangsung secara masif di seluruh garis pantai atau hanya lokal, jadi harus dipastikan diteliti dulu. Sehingga perlu analisis agar penyiapan aksi mitigasi dan mitigasinya tidak keliru dan masyarakat tidak dirugikan,” paparnya.
BMKG pun mengimbau masyarakat untuk melakukan penyiapan upaya mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi dampak dari banjir rob. Eko menyarankan agar masyarakat untuk memahami daerah lingkungan masing-masing, apakah merupakan daerah rawan terdampak banjir rob saat berada pada pasang maksimum.
Jika memang rawan, maka harus pastikan saluran airnya lancar atau tak ada sumbatan sehingga ketika air masuk ke daratan bisa cepat kembali ke laut. Ia juga meminta agar masyarakat bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk menyiapkan langkah mitigasi secara cepat.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin