LONDON, 11 Agustus 2017 – Sangatlah mungkin untuk memicu penurunan kadar oksigen laut, dan membuat laut di seluruh dunia kehabisan napas. Zona pelumpuhan tersebut, – daerah bawah laut yang kekurangan oksigen – dapat bertambah dua kali lipat dalam abad ini akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan aksi lainnya.
Namun, jangan panik: terakhir kali lautan kehilangan oksigen pada skala tersebut terjadi pada 94 juta tahun lalu. Hampir setengah lautan mengalami penurunan oksigen dan bertahan hingga 500.000 tahun. Saat itu binatang laut menghadapi kepunahan masal.
Cerita tentang kematian spesies laut tersebut terekam pada sedimen di masa lampau, dan penyebab kematian masih belum bisa diketahui. Namun, dari beberapa dugaan terungkap potensi penyebab juga sedang terjadi di masa kini.
Meningkatnya suhu laut, permukaan muka laut, terperangkapnya nutrien dan terlepasnya magma dari perut bumi menjadi penyebabnya. Dan, meskipun kejadian yang dikatakan oleh ahli forensik geologi sebagai kejahatan belum terungkap, ternyata ada kesamaan dengan masa kini.
Beberapa kesamaan
Salah satu kesamaan tersebut adalah zona mati dapat meningkat pada kedalaman yang tidak terukur dari lautan. Hal lainnya adalah suhu laut juga telah meningkat . Dan, yang ketiga adalah lautan mungkin sudah kehilangan dua persen beban oksigennya.
Kehilangan ini bisa terus terjadi sejalan dengan air laut yang semakin asam dan suhu rata-rata global terus meningkat dan meningkatnya kadar gas rumah kaca berakumulasi di atmosfer.
Jadi, para ahli kelautan melaporkan di jurnal Science Advances di mana mereka menggunakan kimia yang rumit untuk bisa menjelaskan kejadian yang dialami, skalanya dan memulai dengan lautan Cretaceous, di mana dinosaurus masih hidup.
Mereka mengukur isotop dari elemen thallium pada batuan hitam yang kaya dengan material organik dan berada pada lautan dalam sejak 94 juta tahun lalu, dan dibor dari batuan pada di bawah laut di pantai Suriname, Amerika Selatan.
Saat oksigen menurun, isotop-isotop yang lebih berat dari thallium terakumulasi di lumpur laut. Dari bukti batu yang keras, para ilmuwan menyimpulkan bahwa kuantitas karbon dioksida yang cukup besar telah memasuki laut, untuk berkontribusi pada krisis oksigen.
“Hingga kini, tidak ada alat kuantitatif yang tersedia bagi para ahli yang mampu secara akurat untuk mengukur laju penurunan oksigen,” kata Sune Nielsen, Woods Hole Oceanographic Institution, Massachusetts, dan salah satu penulisnya.
“Bisakah lautan kehilangan setengah oksigen dalam ribuan tahun? Alat ini akan membantu kita memahami laju deoksigenasi yang terjadi di masa lalu, dan akhirnya bisa memprediksi sejauh mana kehilangan di masa kini yang berpengaruh di masa depan.”
Masa lalu menjelaskan masa kini
Hal ini merupakan pemberian dari geologi bahwa masa kini menjadi kunci dari masa lalu: bebatuan yang terekspose di permukaan menjadi saksi atas kejadian jutaan tahun yang lalu.
Sehingga ia mengikuti masa lalu yang juga memberikan pelajaran bagi masa kini, dan para ahli berpikiran bahwa cerita yang diceritakan oleh batuan kuno yang dinamakan sebagai Kejadian Anoxic Oceanic Kedua yang mengungkapkan kesamaan dengan perubahan masa kini pada lautan modern.
“Hasil kami menunjukkan bahwa laju deoksigenasi lautan sebelum kejadian di masa lampau akan mungkin terjadi pada puluhan ribu tahun lalu dan secara mengejutkan sama dengan tren penurunan oksigen sebesar dua persen yang kita lihat diakibatkan oleh kegiatan antropogenik sepanjang lima puluh tahun terakhir,” kata Dr Nielsen.
“Kita tidak tahu apakah laut sedang menuju kejadian anoxic global, namun tren yang ada, tentu saja, sangat mengkhawatirkan.” – Climate News Network