LONDON, 25 Januari 2017 – Cara untuk menjadikan hutan sebagai mesin penyerap karbon yang membantu mengatasi pemanasan global adalah dengan jangan mengubahnya, biarkan bertumbuh, jangan ditebang, dan ia akan menyerap karbon, selain keuntungan lainnya. Hal ini diungkapkan oleh para ahli ekologi.
Apakah saran ini didengarkan? Mungkin saja tidak. Persediaan areal berkayu alami, istilah resminya lanskap hutan yang utuh, yang bertugas melindungi keanekaragaman hayati, menyimpan karbon dan mengatur persediaan air, semakin menurun.
Sebuah studi terbaru memperhitungkan satu juta kilometer persegi lanskap hutan yang utuh telah menghilang pada 13 tahun pertama abad ini dan semakin menurun dramatis pada tiga tahun terakhir.
Penelitian semacam ini menjadi vital karena meski upaya menurunkan pemanasan global dan mitigasi perubahan iklim tergantung pada upaya menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan bahan bakar fosil, ada cara pendekatan paralel lainnya yaitu melalui mempertahankan hutan-hutan yang masih alami.
Karbon Hutan
Christian Körner dari Universitas Basel, Swiss mengajukan argumen di jurnal Science bahwa pohon di hutan akan bisa menahan karbon ke atmosfer. Hutan akan tumbuh cepat sebagai respon atas kenaikan suhu dan stimulus perkembangbiakan dari karbon dioksida, namun apabila panjang hidupnya pendek, maka hasilnya hanya jangka pendek.
Dengan demikian, tanaman komersial bukanlah jawabannya. Korner dan koleganya di Basel berhasil mendemonstrasikan bahwa hutan yang lebat adalah kerjasama rumit tanaman yang merancang cara untuk berbagi sumber daya dan mengatur nutrien.
Studi lainnya, secara terpisah, juga mengkonfirmasikan bahwa hutan-hutan tua akan menahan karbon lebih banyak ketimbang hutan muda dan lebih cepat tumbuh. Lebih lanjut, areal hutan yang lebih bervariasi menjadi instrumen yang lebih baik untuk menyerap karbon.
“Cara paling efektif untuk meningkatkan kapasitas karbon hutan adalah dengan mencegah penebangan terhadap hutan dengan pertumbuhan yang lambat dan memperluas areal berhutan. Setelah hutan baru ini mencapai kapasitas penyimpanan mereka, mereka tidak akan menahan karbon lagi, meskipun cepat bertumbuh dan menyerahkan karbon,” jelas Profesor Körner.
Untuk menahan pemanasan global, hutan alam musti dilindungi. Namun hutan kerap dihilangkan, dibakar, ditebang, atau dihabiskan untuk tanah peternakan atau pertambangan.
Para ahli dari AS, Rusia, Jerman, dan Kanada, melaporkan di Science Advances, bahwa mereka menggunakan data satelit untuk memantau perubahan dari tahun 2000 hingga 2013 pada lanskap hutan yang utuh.
Mereka mendefinisikannya sebagai “mosaik hutan tanpa celah dan diasosiasikan dengan ekosistem hutan alami tanpa pohon yang menunjukkan tidak adanya aktivitas manusia atau fragmentasi habitat dan cukup besar untuk menampung semua keanekaragaman hayati, termasuk populasi spesies yang beragam.”
Mereka juga menemukan bahwa lanskap tersebut menurun hingga 919.000 kilometer persegi pada 13 tahun pertama di abad ini. Dengan demikian, awal abad ini, 65 negara seharusnya mampu menyelamatkan lanskap hutan yang utuh tersebut.
Rusia telah membuka 179.000 kilometer persegi, Brasil 157 kilometer persegi, dan Kanada sebesar 142.000 kilometer persegi, atau mencakup 52 persen. Romania telah kehilangan lanskapnya, sementara Paraguay telah kehilangan 79 persen.
Tingkat Penurunan
Para ahli memperingatkan apabila penurunan ini masih berlanjut, Paraguay, Laos, Kamboja, dan Guinea Katulistiwa akan kehilangan semua lanskap hutan utuh mereka dalam 20 tahun.
Penebangan masih menjadi penyebab utama diikuti oleh ekspansi pertanian. Perkebunan kelapa sawit mencakup hanya 0,2 persen dari seluruh penurunan. Kebakaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia mencapai 21 persen di Australia dan 64 persen dikaitkan dengan eksploitasi tambang emas dan mineral lainnya.
Para penulis juga mengingatkan bahwa kepadatan dari hutan karbon di iklim tropis lebih tinggi di lanskap hutan yang utuh ketimbang di zona hutan lainnya. Namun, lanskap ini bisa dikurangi secara cepat, dalam hitungan bulan dan tahun, melalui fragmentasi dan pembukaan akses, bahkan tanpa mengubah tutupan kanopi pohon.
“Pada sisi lainnya, kepadatan sangat sulit dicapai, setidaknya dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu, lanskap yang masih utuh harus diperlakukan sebagai nilai konservasi tinggi (bahkan tertinggi).” – Climate News Network