Jakarta (Greeners) – Indonesia berkomitmen untuk mematuhi peraturan Uni Eropa tentang bebas deforestasi atau European Union Deforestation Free Regulation (EUDR). Namun, pada 2 Oktober 2024, Komisi Uni Eropa mengumumkan usulan penundaan implementasi EUDR selama 12 bulan. Rencana ini dinilai dapat memperlambat perbaikan tata kelola komoditas di Indonesia.
EUDR adalah langkah penting untuk memperbaiki tata kelola komoditas kehutanan yang berkelanjutan. Dukungan pemerintah sangat krusial dalam proses regulasi ini. EUDR bertujuan mengurangi deforestasi yang terkait dengan komoditas yang diperdagangkan di Uni Eropa, seperti kelapa sawit, kayu, kopi, kakao, dan kedelai. Sehingga, mendorong produsen untuk meningkatkan keberlanjutan dalam praktik pertanian dan kehutanan.
Selanjutnya, implementasi yang semula direncanakan pada 30 Desember 2024 diundur menjadi 30 Desember 2025. Penundaan ini juga berlaku untuk usaha mikro dan kecil hingga 30 Juni 2026, memberikan waktu tambahan bagi Indonesia dan negara produsen lainnya untuk menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut.
BACA JUGA: Kerang Mutiara, Penghasil Perhiasan dari Dasar Laut
Senior Kampanye Kaoem Telapak, Denny Bhatara menilai penundaan ini tidak strategis. Dia menekankan bahwa penundaan akan menghambat perbaikan tata kelola komoditas yang sudah berlangsung.
“Kaoem Telapak telah aktif memantau regulasi EUDR sejak 2020, sejak regulasi ini masih dalam bentuk komunike (pemberitahuan). Kami melihat EUDR adalah peluang untuk melakukan perbaikan tata kelola komoditas di Indonesia,” ucap Denny dalam kegiatan Media Briefing “Perbaikan Tata Kelola Komoditas Berkelanjutan Indonesia dalam Menjawab Tantangan Pasar Global di Jakarta, Senin (7/10).
Meskipun penundaan bertujuan untuk memberikan waktu tambahan kepada negara mitra dagang Uni Eropa untuk menyesuaikan diri dengan peraturan tersebut, koalisi menyayangkan usulan ini. Menurut Denny, hal ini dapat memperlambat upaya perbaikan di sektor komoditas yang dalam satu tahun terakhir ini tengah berlangsung.
Pentingnya Perbaikan Tata Kelola Komoditas
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari 45 organisasi, menyampaikan pentingnya perbaikan tata kelola komoditas. Hal ini untuk menghadapi tuntutan pasar global yang semakin ketat, terutama terkait implementasi aturan EUDR.
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, menyebutkan EUDR mencakup tiga aspek krusial, yaitu antideforestasi, legalitas (kepatuhan terhadap hukum), dan ketelusuran (kemampuan melacak asal-usul produk).
“Jika EUDR ditunda, faktor eksternal yang mendorong negara dan industri untuk memperbaiki dirinya menjadi tidak ada,” ucapnya.
Terlepas dari kemungkinan penundaan pelaksanaan EUDR, urgensi perbaikan tata kelola komoditas tetap tinggi. Sebab, tuntutan pasar global terus meningkat dan Indonesia berkomitmen mengatasi krisis iklim dari sektor FOLU (Forest and Land Use).
Saat ini, Indonesia telah mulai mengambil langkah-langkah persiapan untuk memenuhi persyaratan EUDR. Oleh karena itu, koalisi mendesak pemerintah memanfaatkan peluang ini dan memprioritaskan tindakan. Langkah-langkah ini mencakup penguatan tata kelola kehutanan dan pengembangan komoditas berkelanjutan, sehingga produk Indonesia dapat bersaing secara kompetitif di pasar global.
BACA JUGA: Modus Baru Penyelundupan Lobster dan Kepiting Bermunculan
Langkah ini termasuk meningkatkan transparansi dan ketelusuran di seluruh rantai pasok. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya akan membantu memenuhi persyaratan EUDR, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Koalisi mendesak pemerintah menunjukkan kepemimpinan dan komitmen untuk mencapai tujuan ini, memanfaatkan perpanjangan waktu EUDR sebagai momentum untuk mempercepat transformasi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia