Jakarta (Greeners) – Peningkatan populasi manusia di bumi bisa mempengaruhi kebutuhan pangan yang lebih banyak. Ini jadi tantangan untuk memastikan ketersediaan pangan yang mencukupi bagi semua orang tanpa mengorbankan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Sofyan Sjaf mengatakan bahwa pertumbuhan populasi akan berpengaruh terhadap kondisi bumi dan lingkungan.
“Penambahan populasi manusia menyebabkan kebutuhan pangan semakin meningkat. Akibatnya, butuh lahan yang luas untuk memproduksi pangan. Itu akan berpengaruh juga terhadap lingkungan. Nah, ini salah satu dampak dari peningkatan populasi yang perlu semua pihak soroti, terutama pemerintah,” ujar Sofyan kepada Greeners, Senin (22/7).
BACA JUGA: Peningkatan Populasi, Regulasi Pengendalian Emisi Perkotaan Diperlukan
Hari Populasi Dunia setiap 11 Juli juga mengingatkan semua pihak bahwa peningkatan populasi bisa menimbulkan berbagai dampak negatif. Terutama, tekanan terhadap sumber daya alam seperti lahan pertanian, air, dan energi.
Apalagi, saat ini jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 281 juta jiwa. Angka tersebut menjadi nomor empat terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, total penduduk meningkat sebanyak 2.907.600 jiwa dari tahun sebelumnya.
Peningkatan Populasi Memicu Perebutan Sumber Daya
Menurut Sofyan, jumlah populasi yang kian meningkat berpotensi terhadap perebutan sumber daya, terutama pangan antarsatu sama lain. Ini perlu menjadi sorotan pemerintah untuk memastikan pangan yang cukup bagi kebutuhan manusia.
Untuk mengatasi hal itu, lanjutnya, perlu inovasi dalam teknik pertanian dan manajemen sumber daya. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia di muka bumi ini.
“Pertumbuhan populasi jelas akan menimbulkan perebutan sumber daya karena manusia butuh pangan. Apabila kebutuhan pangan semakin meningkat, lingkungan pun akan terdampak,” tambah Sofyan.
Ketika kebutuhan pangan meningkat, lanjut Sofyan, tentunya pemerintah akan mendorong kebijakan untuk perluasan lahan pertanian. Namun, perluasan lahan untuk menghasilkan produk pangan juga bisa berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan apabila tidak dilakukan secara tepat.
BACA JUGA: Bapanas Kembangkan Pangan Lokal untuk Atasi Krisis Pangan
Misalnya, program food estate yang pemerintah buat untuk memenuhi pangan di Indonesia. Faktanya, program itu gagal karena lahan yang pemerintah gunakan itu tidaklah tepat untuk menjadi lahan pertanian.
“Program food estate itu membutuhkan lahan hutan, tetapi kita tahu bahwa penyangga hutan itu adalah cadangan karbon. Apabila cadangan karbon itu rusak, ya, bagaimana bisa mencegah perubahan iklim?” ungkap Sofyan.
Menurut Sofyan, food estate menjadi bukti nyata bahwa pengalihfungsian hutan menjadi lahan pertanian akan menimbulkan kerusakan dan hilangnya fungsi hutan. Program food estate pun dinilai tidak menjawab permasalahan pangan di Indonesia. Dari kajian Pantau Gambut, pengembangan pangan skala besar ini justru memicu deforestasi sehingga memperparah bencana banjir di wilayah terdampak.
Pentingnya Teknologi untuk Memastikan Ketersediaan Pangan
Sofyan mengatakan, peningkatan populasi yang tidak terkontrol akan memicu tiga masalah. Di antaranya kerusuhan sosial, migrasi, dan perebutan kebutuhan sumber daya. Ini menjadi alarm bahaya yang perlu pemerintah perhatikan, termasuk soal kebutuhan pangan.
Menurut penggagas Data Desa Presisi itu, teknologi sangatlah penting untuk bisa menghasilkan pangan yang lebih banyak. Dengan teknologi, produktivitas pertanian dapat meningkat. Hal ini membantu memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat seiring pertumbuhan populasi global.
“Penduduk Indonesia saat ini mencapai ratusan jiwa, maka perlu ada teknologi yang harus memproduksi pangan untuk memenuhi ratusan juta manusia itu. Misalnya, ada teknologi yang bisa memanfaatkan lahan yang kecil tetapi bisa memproduksi pangan dengan jumlah yang banyak,” imbuh Sofyan.
Menciptakan teknologi untuk mendorong penyediaan pangan juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang kreatif dan inovatif. Sofiyan menegaskan, Indonesia saat ini sangat membutuhkan SDM yang mampu membawa perubahan lebih baik, responsif, dan jeli melihat situasi yang terjadi.
“SDM yang diharapkan saat ini yaitu mampu membaca kondisi dan memecahkan permasalahan. Apabila SDM memiliki kreativitas dan punya inovasi, tentu mereka bisa ikut serta dalam membuat perubahan yang lebih positif, terutama dalam membantu mencukupi kebutuhan manusia,” ujar Sofyan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia