Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya menerapkan konsep pengendalian masalah pertambangan rakyat tanpa izin. Pemulihan lahan bekas tambang rakyat (ilegal) ini, dirancang sebagai sebuah program untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Lahan-lahan tersebut disulap menjadi lahan produktif untuk kegiatan seperti pertanian, perkebunan, agro-forestri dan ekowisata.
KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) selaku penanggung jawab program, selama tahun 2015 telah menginventarisasi lahan akses terbuka ini yang salah satunya terdapat di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta. Kawasan ini teridentifikasi sebagai lahan akses terbuka bekas tambang batu gamping.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, Pasar Ekologis (pasar ramah lingkungan), merupakan sebuah program yang dirancang KLHK yang mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam pasar tradisional. Desa Gari sendiri merupakan daerah percontohan dalam upaya pemulihan lahan akses terbuka yang dilakukan melalui pendekatan desa.
“Hal ini dilakukan karena pemerintah desa saat ini memiliki kewenangan pengelolaan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” katanya di Jakarta, Selasa (25/04).
BACA JUGA: KLHK Atur Konsep Penanggulangan Tambang Rakyat Tanpa Izin
Ia mengatakan bahwa pembangunan Pasar Ekologis Desa Gari dirancang dengan konsep mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam pasar tradisional. Konsep zero waste dari sampah organik maupun non-organik juga diterapkan dengan menyediakan sarana pemilahan sampah dan unit pengomposan.
Selain itu, pengembalian fungsi lingkungan (tata air) diterapkan dengan menyediakan area resapan air di bagian tepi sekeliling pasar yang ditanami jenis tanaman tertentu. Konsep hemat energi pun diterapkan dengan menyediakan panel surya sebagai sarana penerangan.
“Konsep ramah lingkungan di pasar ini dilakukan dengan cara memberi tas belanja yang dapat digunakan secara terus menerus. Selanjutnya, secara bertahap pasar ini juga akan menjual komoditi-komoditi ramah lingkungan,” ujar Siti Nurbaya.
Direktur PPKL KLHK Karliansyah mengatakan, hasil inventarisasi KLHK tahun 2015-2016 menunjukkan ada 8.386 lokasi dengan luasan sekitar 557 ribu hektar, yang terindikasi sebagai kegiatan pertambangan tanpa izin. Dari hasil verifikasi pada 352 lokasi ini terdapat 37% tambang pasir dan batu (Sirtu) dan 25% tambang emas.
Sedangkan tambang batu gamping terdapat 3%, 74% merupakan kegiatan tanpa izin dan hanya 3% yang berupa Izin Pertambangan Rakyat. Sementara 14% berada dalam kawasan hutan, dan 84% kegiatannya masih aktif dan 16% lainnya berupa bekas tambang yang tidak direklamasi.
BACA JUGA: Pertambangan Rakyat, Presiden Berikan 7 Instruksi Terkait Penggunaan Merkuri
Desa Gari, lanjutnya, secara geomorfologi merupakan dataran karst yang terbentuk dari batuan karbonat, dan secara hidrogeologis membentuk sistem akuifer (lapisan pembawa air) dengan kuantitas air tanah cukup tinggi. Kondisi yang kurang kondusif untuk pertanian ini dimanfaatkan sebagai tambang ilegal karst, yang mengakibatkan rusaknya bentang alam.
“Jadi, sesuai dengan instruksi Presiden, penertiban tambang rakyat ini harus diikuti dengan alih mata-pencaharian,” terang Karli.
Permasalahan terhadap tambang rakyat ini sendiri, katanya lagi, adalah tidak adanya penghasilan yang mencukupi bagi masyarakat. Sedangkan pertambangan menjadi pemasukan masyarakat yang paling besar dan proses mendapatkan uangnya pun terbilang cepat.
Karliansyah menyatakan, yang menjadi pekerjaan rumah saat ini adalah mencari cara agar masyarakat yang melakukan pertambangan tanpa izin tersebut beralih pada kegiatan yang tidak merusak lingkungan.
“Makanya sekarang kita sedang cari format bagaimana mereka bisa mendapatkan pemasukan yang meskipun tidak sebesar tambang tapi rutin mendapatkan pemasukan. Apakah formatnya sama dengan pasar ekologis di desa Gari ini atau dibutuhkan format yang lain tergantung kondisi wilayah dan masyarakatnya,” tutup Karli.
Penulis: Danny Kosasih