Jakarta (Greeners) – Pembangunan pengelolaan sampah landfill mining (LM) dan Refuse Derived Fuel (RDF) di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi dinilai efektif menanggulangi timbulan sampah yang masyarakat Jakarta hasilkan.
Namun, pengamat lingkungan mengingatkan agar fasilitas RDF tak menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan.
Pengamat tata kota dan lingkungan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, pengubahan sampah menjadi sumber energi bukanlah hal yang baru. Upaya ini sangat efektif untuk menanggulangi timbulan sampah.
Selain itu, bahan energi dari sampah ia nilai lebih ramah lingkungan daripada energi fosil. “Bahan bakar dari energi sampah jauh lebih murah dan ramah lingkungan. Dampak terhadap lingkungan pasti ada. Tapi tidak separah energi fosil dari batu bara,” katanya kepada Greeners, Selasa (11/10).
Lebih jauh ia mengingatkan Pemprov DKI Jakarta lebih berhati-hati saat mengelola sampah di TPST Bantargebang sebelum mereka cacah dan menjadikannya menjadi lebih kering. Sebab sebagian besar timbulan sampah di TPST di Bantargebang merupakan sampah basah dan perlu proses pengeringan.
“Sebelum menjadi energi bahan bakar, sampah akan dikeringkan. Nah, air limbah dari proses pengeringan ini jangan sampai mencemari lingkungan,” ucapnya.
Pastikan Tidak Ada Senyawa Berbahaya yang Keluar
Menanggapi RDF, anggota staf kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta M Aminullah menyatakan, klaim energi terbarukan dari pembangunan RDF merupakan kekeliruan besar.
Sumber RDF berasal dari sampah, khususnya sampah plastik yang bahan dasarnya minyak bumi. Produk RDF tak bisa disebut sebagai energi baru terbarukan karena masih menggunakan minyak bumi.
Demikian pula produk-produk dari hasil RDF ini banyak industri-industri manfaatkan bergantung pada batu bara yang dibakar juga.
“Pelet dari hasil RDF misalnya, ketika dibakar akan menghasilkan faba yang sifatnya bahan, beracun, berbahaya (B3) seperti dioksin furan yang mematikan,” imbuhnya.
Industri-industri tersebut harus memastikan tidak ada senyawa berbahaya yang keluar. Harus pula memastikan suhu pembakaran lebih dari 1.000 derajat. Oleh karena itu, Anca menyebut pentingnya pelibatan masyarakat untuk mengurangi sampah dari sumber.
RDF Ubah Paradigma Tentang Sampah
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan pembukaan praresmi fasilitas pengolahan sampah landfill mining dan RDF Plant di TPST Bantargebang sebagai energi baru terbarukan pada Senin (10/10).
Fasilitas terbesar di Indonesia ini menghasilkan materi RDF, yaitu hasil olahan sampah dengan nilai kalor dan spesifikasi tertentu. Dari situ harapannya menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Gubernur Anies berharap dengan adanya RDF ini akan mengubah paradigma pada TPST Bantargebang, dari yang hanya sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi sebuah proyek percontohan dan rujukan di Indonesia.
“Alhamdulillah, setelah melalui proses yang cukup panjang, kita sekarang sampai kepada babak baru di TPST Bantargebang. Semula yang dipandang sebagai TPA, sekarang menjadi tempat untuk pengolahan dan percontohan yang nanti akan jadi rujukan untuk seluruh Indonesia,” tuturnya.
Tak hanya tempatnya, tetapi juga paradigma sebagian besar masyarakat akan sampah. Penting bagi kita untuk menyadari bahwa sampah juga memiliki nilai lebih dan dapat memulai untuk mengelolanya dengan baik.“Ini artinya, paradigma yang berubah akan menular,” ujarnya.
Pembangunan fasilitas ini berada di atas lahan seluas 74.914 meter persegi di dalam area TPST Bantargebang. Progres pekerjaan saat ini telah mencapai 82 % dan akan selesai pada akhir Desember 2022 mendatang. Targetnya akan beroperasi Januari 2023.
Kapasitas pengolahan sampah pada fasilitas ini yaitu 1.000 ton/hari sampah lama dan 1.000 ton/hari sampah baru, serta dapat menghasilkan RDF sebanyak 700 – 750 ton/hari. RDF akan industri semen manfaatkan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan pada produksi semen.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin