Pengawasan Lemah, Ledakan Kembali Terjadi di Industri Nikel

Reading time: 2 menit
Ledakan terjadi di industri nikel. Foto: Tangkapan layar X @LIPSedane
Ledakan terjadi di industri nikel. Foto: Tangkapan layar X @LIPSedane

Jakarta (Greeners) – Ledakan industri nikel kembali terjadi di Sulawesi Tengah hingga menimbulkan korban jiwa. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai ini terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah. Oleh sebab itu, perlu evaluasi secara menyeluruh dan penguatan penegakan hukum.

Pada 13 Juni 2024 pukul 22.00 WITA, terjadi ledakan kembali di PT Indonesia Tsinghan Stainlees Steel (ITSS). Ledakan tersebut diduga bersumber dari Las Oxy Asetilin. Itu merupakan las pembakaran C2H2 dengan O2 dari gas asetilin yang sangat kuat membelah besi logam dan baja. Dua pekerja menderita luka bakar serius. Korban saat ini menjalani perawatan di RS Bungku Kabupaten Morowali.

Kecelakaan kerja ini bukan satu-satunya yang terjadi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Namun, hal ini berulang kali terjadi hingga menimbulkan banyak korban jiwa.

Pada 23 Desember 2023 lalu, terjadi ledakan tungku ferrosilicon ITSS. Insiden tersebut telah memakan korban. Hampir 21 orang pekerja Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Asing (TKA) meninggal dunia. Pekerja lainnya luka berat dan cacat permanen.

BACA JUGA: Bappenas Bakal Susun Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel

Menurut Walhi, kecelakaan berulang di PT ITSS, membuktikan lemahnya pengawasan dan pembiaran oleh pemerintah. Walhi menilai seperti tidak ada tanda–tanda perbaikan sama sekali yang perusahaan asal Tiongkok lakukan.

Padahal, insiden ledakan yang terjadi tanggal 23 Desember 2023 lalu, menjadi pembelajaran untuk memperbaiki sistem SMK3 di PT ITSS dan kawasan IMIP secara keseluruhan.

Pengkampanye Walhi Sulawesi Tengah, Wandi menyampaikan bahwa pekerja selalu menjadi korban dari ambisi produksi nikel. Pekerja terus digenjot untuk mendatangkan laba yang begitu besar dalam program hilirisasi nikel. Sementara itu, pemerintah terlihat sangat abai untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi pekerja.

“Produksi nikel di Sulawesi Tengah yang selalu pemerintah banggakan itu, bersumber dari tata kelola yang ‘sangat kotor’ merusak lingkungan. Bahkan, memiskinkan masyarakat yang berada di lingkar industri dan pertambangan, serta banyak pekerja yang menjadi korban,” ujar Wandi lewat keterangan tertulisnya.

Evakuasi Korban Tidak Memenuhi Standar SMK3

Di sisi lain, dalam video amatir yang beredar, dua orang pekerja yang menjadi korban ledakan diangkut menggunakan mobil drum truk berwarna hijau. Menurut Walhi, evakuasi korban yang tidak memenuhi standar di kawasan IMIP ini membuktikan salah satu contoh buruknya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Walhi Sulteng juga menyoroti investigasi yang pemerintah lakukan paska ledakan tungku PT ITSS 23 Desember 2023 lalu. Pemerintah hanya menetapkan dua orang TKA sebagai dalang dari kejadian tersebut.

Kemudian, pemerintah tidak memberikan sanksi atas lalainya perusahaan dalam menjalankan manajemen K3nya. Padahal, lanjut Wandi, dalam kejadian tersebut Walhi Sulteng menilai ada sistem SMK3 yang tidak diberlakukan dalam proses perbaikan tungku ferrosilicon.

Pemerintah dan Perusahaan Perlu Siapkan Skema Mitigasi

Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional Walhi, Fanny Tri Jambore menyebut peristiwa kecelakaan, ledakan, kebakaran, maupun kebencanaan yang lain hingga memakan korban jiwa dalam industri nikel terjadi secara berulang. Ini menunjukkan kegagalan perencanaan pembangunan secara sistematik.

Menurutnya, situasi ini seharusnya dapat menjadi evaluasi menyeluruh terhadap rencana pembangunan pemerintah. Sebab, pemberian izin proyek-proyek berisiko tinggi seperti industri pertambangan dan industri hilirnya masih belum secara menyeluruh menggunakan instrumen-instrumen yang telah pemerintah atur.

BACA JUGA: Aliansi Sulawesi Tolak Rencana Cawapres tentang Hilirisasi Nikel

Semestinya, proyek-proyek tersebut harus menggunakan instrumen dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ketat.

Fanny menambahkan, industri yang memiliki risiko besar semacam ini perlu menyiapkan skema mitigasi terhadap operasional perusahaannya. Sebagai tindakan tegas, pemerintah juga harus mengevaluasi menyeluruh pelaksanaan keamanan kerja dan operasional industri nikel.

“Pemerintah harus berani melakukan tindakan tuntutan hukum terhadap perusahaan yang gagal memitigasi atas potensi kecelakaan atau kebencanaan dan mengancam keselamatan jiwa,” ujar Fanny.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top