Jakarta (Greeners) – Penerapan produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab perlu peran serta semua pihak, baik oleh pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat. Penerapannya pun dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sektor energi hingga perhutanan.
Dari pihak pemerintah, Kasubdit Pengolahan Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Sri Wahyuni menjelaskan bahwa salah satu cara agar masyarakat melakukan produksi yang bertanggung jawab adalah dengan membimbing masyarakat dalam mengelola perhutanan sosial.
“Masyarakat itu kita dampingi, kita ajari bagaimana dia bisa mengelola sumber daya yang ada di lokasinya tersebut, dan bagaimana kita mengefisienkan sumber daya yang ada dalam kawasan tersebut,” kata Sri dalam forum diskusi Indonesia Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada Kamis (27/04).
BACA JUGA: Pola Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab Harus Mulai Diperhatikan
Menurut Sri, pihaknya telah berupaya untuk meningkatkan kelembagaan yang ada di masyarakat agar dapat mengelola berbagai tanaman menjadi produk-produk hasil hutan bukan kayu, misalnya jamu dan madu hutan. Pengelolaan ini pun dilakukan semaksimal mungkin untuk meminimalkan timbulan sampah. Untuk kebutuhan tersebut, lanjutnya, pemerintah sudah menyediakan lahan untuk dikelola.
“Sebanyak 869,12 hektare lahan sudah pemerintah berikan ke masyarakat untuk dikelola dan tidak untuk dijualbelikan. Lahan ini boleh digunakan untuk masyarakat untuk berwirausaha,” katanya.
Mengenai lahan untuk wirausaha bagi masyarakat ini telah diatur dalam Pasal 56 dan 59 Permen LHK No. P83/MenLHK/Setjen/KUM.1/10/2016. Sri menambahkan, dalam peraturan ini disebutkan pula bahwa lahan tersebut tidak boleh ditanami sawit karena sawit tidak ramah lingkungan.
BACA JUGA: Pemerintah Mulai Merinci Implementasi NDC Indonesia
Selain pengelolaan hutan, konsumsi energi juga ditekankan agar dilakukan secara bertanggung jawab. Haris Sukamto, Kepala Rumah Tangga Direktorat Jenderal Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan, jika dikaitkan dengan RECP, cara produksi dan pola konsumsi energi menjadi dua hal yang perlu diperhatikan.
“Kaitannya dengan production efficiency, di sisi suplainya, kita harus mempunyai pengelolaan energi yang baik supaya yang kita tambang itu sebanyak mungkin kita gunakan, jangan banyak yang terbuang. Kemudian dari sisi (ketersediaan) energi itu bagaimana kita mengurangi energi kita, tetapi kebutuhan kita tetap terpenuhi,” kata Haris.
Ia menyontohkan beberapa cara sederhana untuk melakukan efisiensi energi, salah satunya penggunaan penyejuk ruangan atau air conditioner (AC). “Kalau di rumah sudah punya AC, setting-nya jangan terlalu dingin karena standarnya itu 24-25 derajat Celcius saja. Jangan di-setting 18 derajat kemudian pakai jaket. Itu namanya buang-buang energi. Karena kalau kita menurunkan 1 derajat saja, itu pertambahan energinya naik 6 persen yang berarti konsumsi listriknya juga naik 6 persen,” jelas Haris.
Konsolidasi untuk SDGs
Dalam acara yang sama, Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan KLHK Noer Adi Wardojo menambahkan bahwa forum Indonesia RECP ini diperlukan untuk melihat sejauh mana pelaku usaha melakukan produksi yang bertanggung jawab.
“Ini dalam rangka kita melihat resource efficient sudah sampai mana, yang ada di kebijakan pemerintah, bisnis dan masyarakat. Ini perlu kita lihat karena sekarang kita akan konsolidasi menyiapkan memasuki kelangsungan pelaksanaan Sustainable Development Goals, (SDGs), atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” ujar Adi.
Indonesia, lanjutnya, sedang dalam persiapan untuk meresmikan pelaksanaan SDGs. Namun, bukan hanya produsen, pemerintah juga menekankan masyarakat sebagai konsumen untuk mengonsumsi produk secara bertanggung jawab.
“Kabar yang terbaru kami peroleh dari Bappenas adalah direncanakan bulan depan akan di launching oleh pemerintah Indonesia. Kita gunakan kesempatan ini untuk kita update status dari resource efficient and cleaner production maupun juga konsumsi ramah lingkungan. Kita jadikan ini sebagai masukan bagi kementerian Indonesia untuk masuk SDGs kita punya apa. Kita siapkan sinkronisasi dari rencana kerja kita bersama dari pemerintah, bisnis maupun dari inisiatif komunitas atau LSM,” pungkasnya.
Penulis: Ayu Ratna Mutia/Renty Hutahaean