Ekspedisi Sumba 2015
Terkait program Ekspedisi Sumba 2015 yang telah berlangsung sejak tanggal 1 hingga 9 September 2015 lalu, Adi menyatakan bahwa dirinya menaruh harapan besar bagi tim ekspedisi yang telah merasakan bagaimana situasi dan kondisi masyarakat Sumba yang hidup tanpa aliran listrik dan kesulitan mengakses air bersih.
“Mereka (tim Ekspedisi Sumba, red.) sudah sembilan hari hidup sebagai orang Sumba. Makan dengan kebudayaan Sumba, tidur di rumah adat Sumba dan merasakan bagaimana masyarakat bekerja tanpa akses energi. Jadi, ada harapan besar dipundak mereka untuk bisa menjadikan Sumba lebih baik lagi,” tuturnya.
Perjalanan tim ekspedisi ke Pulau Sumba sendiri bertujuan untuk membuka akses terhadap energi terbarukan bagi sebanyak mungkin keluarga dengan misi penting mengajak masyarakat Sumba, Pemerintah Indonesia, sektor bisnis, serta lembaga-lembaga global untuk turut berupaya agar dalam kurun waktu lima tahun mendatang (2020) seluruh masyarakat di pulau ini akan mendapatkan akses terhadap energi terbarukan (ramah lingkungan).
Sebagai informasi, program pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik untuk Energi Terbarukan bertujuan untuk menyediakan akses energi yang dapat diandalkan kepada masyarakat yang tinggal di pulau berukuran kecil dan sedang di Indonesia.
Pemilihan Pulau Sumba sendiri berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Hivos bersama Winrock pada tahun 2010 dengan pertimbangan bahwa akses masyarakat terhadap energi yang masih terbatas dengan rasio elektrifikasi sebesar 24,5% pada tahun 2010 dan 29,3% pada tahun 2013 dengan konsumsi listrik perkapita sebesar 42 kWh (yang mana rata-rata nasional sebesar 591 kWh). Keadaan ini diyakini Hivos mampu teratasi dengan pemanfaatan energi terbarukan di Pulau Sumba.
Potensi energi terbarukan di Pulau Sumba seperti yang dipaparkan oleh Hivos antara lain, potensi tenaga angin yang cukup tinggi di beberapa tempat, potensi tenaga air dengan beberapa air terjun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydro, potensi tenaga matahari dengan rata-rata harian radiasi matahari di Sumba sebesar 5Kwh/m2/hari (1000 watt/m2/5 jam setiap hari) dan potensi tenaga biogas yang dihasilkan dari kotoran hewan ternak seperti kuda, sapi dan babi.
Berdasarkan data PLN pembangkit area Sumba pada Oktober 2014, saat ini rasio elektrifikasi di Pulau Sumba mencapai 48,5%. Dari rasio elektrifikasi tersebut, 9,8% diantaranya disumbang dari energi terbarukan. Di luar PLN, instalasi listrik dari energi terbarukan sudah menyediakan akses listrik bagi 4.158 rumah tangga serta 881 fasilitas biogas bagi 2100 rumah tangga di seluruh Pulau Sumba.
Penulis: Danny Kosasih