Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menenggelamkan kapal perikanan asing di tiga lokasi berbeda, yakni tujuh kapal berbendera Vietnam ditenggelamkan di Natuna, tiga kapal berbendera Malaysia ditenggelamkan di Belawan, dan tiga kapal berbendera Vietnam ditenggelamkan di Pontianak. Penenggelaman kapal ikan asing disebut memberikan dampak positif pada sumberdaya maupun bisnis Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa penenggelaman kapal ikan asing yang dilakukan selama ini memberikan keuntungan yang sangat besar bagi negara jika dihitung secara sumberdaya maupun bisnis.
Dari sisi sumberdaya, biomassa laut Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini juga berimbas positif secara bisnis di mana terjadi peningkatan nilai ekspor dan angka nilai tukar nelayan (NTN) selama empat tahun terakhir.
“Biomassa laut kita tumbuh 300 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Laut lebih subur, lebih banyak ikannya, lebih besar ukuran ikannya. Menenggelamkan kapal ini kesannya seram, kesannya jahat, tapi merupakan way out yang paling cantik untuk menyelesaikan permasalahan IUU Fishing di negeri kita. Kalo tidak, mau berapa tahun permasalahan IUU Fishing akan bisa diselesaikan?” ujar Susi dalam kegiatan penenggelaman kapal di Natuna, Sabtu (11/05/2019).
BACA JUGA: Menteri Susi Tenggelamkan 13 Kapal Ikan Ilegal Vietnam di Kalimantan Barat
Berdasarkan data pada siaran pers yang diterima oleh Greeners, tercatat bahwa produksi perikanan terus mengalami peningkatan. Pada triwulan III 2015 produksi perikanan sebanyak 5.363.274 ton mengalami kenaikan 5,24 persen menjadi 5.664.326 ton pada tahun 2016. Kenaikan kembali terjadi pada tahun 2017 yaitu 8,51 persen atau sebesar 6.124.522 ton. Di triwulan III 2018, produksi perikanan meningkat 1,93 persen yaitu mencapai 6.242.846 ton.
Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan pada triwulan III tahun 2018, mencapai nilai Rp59,98 triliun. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017 senilai Rp57,84 triliun. Meski terjadi perlambatan pertumbuhan PDB dari 6,85 persen di triwulan III tahun 2017 menjadi 3,71 persen di triwulan III 2018, PDB perikanan mengalami peningkatan di setiap kuartal, begitu pula dengan jumlah produksi perikanan.
Susi mengatakan, berkat ketegasan Indonesia dalam memberantas IUU Fishing selama ini, neraca dagang perikanan Indonesia menjadi nomor satu di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia.
“Sekarang ini tuna Indonesia sudah menjadi nomor satu di dunia. Produksi ekspor Indonesia ini nomor dua yang masuk ke pasar Eropa. Ini satu hal luar biasa yang jika dinilai dengan uang pun nilainya bisa mencapai miliaran dolar. Nilai tukar nelayan juga naik lebih dari 10 persen dalam empat tahun ini. Kalau dihitung secara bisnis, bisnis perang melawan pencuri ikan itu adalah bisnis yang sangat menguntungkan untuk negara,” kata Susi.
BACA JUGA: Menteri Susi Minta Penenggelaman Kapal Dipertahankan dalam UU Perikanan
Dari pencapaian-pencapaian ini, Susi menilai bahwa wacana pelelangan kapal eks ikan asing bukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan IUU Fishing di Indonesia. “Kalo ikan dilelang oke. Tapi kalau kapal yang dilelang, kita jual lagi dan dijadikan alat mencuri lagi, akhirnya kita tangkap lagi untuk kedua kali, apa mau jadi dagelan negeri kita?” katanya.
Hal itu mengacu pada sejumlah kejadian di mana beberapa kapal yang melanggar hukum dan dilelang, digunakan kembali untuk menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah tidak boleh ragu dan harus bersikap tegas untuk memberikan efek jera pada para pelaku dengan memusnahkan kapal tersebut.
“Tapi persoalannya kadang-kadang kita ragu, kita tidak confident. Baru dua tahun, oh kenapa enggak dilelang? Kenapa enggak sayang itu barang ditenggelamkan sedangkan itu (kapal) harga Rp 10 miliar, kalau dilelang Rp 1 miliar? Sementara (ikan) yang dicuri satu trip saja dia dapet Rp 3 miliar. Kamu sayang enggak sama ikan kita? Itu sumber daya ekonomi kita,” katanya.
Penulis: Dewi Purningsih