Peran industri daur ulang sampah khususnya plastik sangat penting dalam konsep ekonomi sirkular atau melingkar. Kehadirannya mampu menghadirkan produk inovasi dari daur ulang sampah plastik. Di Indonesia sendiri, jumlah industri daur ulang plastik masih sedikit. Di sisi lain, proporsi sampah plastik di Indonesia semakin tinggi.
Jakarta (Greeners) – Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti, menyebut tantangan industri daur ulang plastik tidak hanya dari segi jumlah. Ketersebarannya juga masih belum merata. Dari sekitar 40 industri plastik, sebarannya masih berpusat di Jawa. Bahkan, untuk industri daur ulang plastik di daerah lain sifatnya masih industri penggiling, bukan pabrikan.
“Persebaran industri daur ulang kita belum merata. Masih berpusat di Jawa. Industri yang di luar Jawa ada di Riau (1), Batam (2), Kalimantan (1), Papua (1). Itu juga bukan industri pabrikan, tapi penggiling. Sebaran ini masih menjadi tantangan,” ujarnya dalam webinar “Mengeruk Cuan Sampah Kemasan Plastik dari Ekonomi Sirkular”, Rabu (2/12/2020).
Industri Daur Ulang Plastik Keluhkan Kualitas Sampah
Dini mengatakan, selain dari jumlah dan sebaran, kualitas sampah plastik di Indonesia jadi tantangan bagi perkembangan industri daur ulang plastik. Hal ini membuat pihak yang ingin membuka industri daur ulang tidak merasa aman. Mengingat untuk menghasilkan produk daur ulang berkualitas perlu ketersediaan bahan yang terjaga baik dari jumlah dan kualitas.
Untuk menjawab hal tersebut, maka pemilahan sampah mulai dari sumber yang ada menjadi kunci untuk mencegah pengotoran material daur ulang. Menurut Dini, perlu edukasi kepada masyarakat baik pengumpul sampah maupun personil dalam sistem pengolahan sampah.
“Sampah tercampur mengakibatkan tingginya pengotoran pada material plastik yang daur ulang. Mengakibatkan perlunya usaha lebih untuk membersihkannya,” jelas Dini.
Pemberian Insentif Mempercepat Perkembangan Ekonomi Sirkular
Lebih jauh Dini menjelaskan perlu ada intervensi untuk mempercepat perkembangan ekonomi sirkular di Indonesia. Menurutnya, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memberi insentif untuk produk daur ulang. Adanya insentif, lanjut Dini, juga berdampak pada peningkatan proses daur ulang di luar pulau Jawa.
Dini menambahkan insentif juga penting untuk meningkatkan demand atau permintaan atas produk daur ulang. Tanpa itu, produk daur ulang sulit bersaing dengan produk lebih murah. Namun, jika demand terhadap produk daur ulang meningkat, akan ada inovasi dan pemanfaatan teknologi. Sehingga bahan-bahan daur ulang dari jenis sampah lain bisa bertambah.
“Mudah-mudahan ada insentif untuk orang-orang berpihak pada produk daur ulang. Masyarakat juga bangga dengan produk daur ulang,” jelasnya.
Baca juga: BFFP Umumkan Sepuluh Merek Penghasil Sampah Plastik Terbanyak 2020
Investor Daur Ulang Perlu Mengetahui Sebaran Sampah
Pada kesempatan tersebut, CEO Gringgo Febriadi Pratama mengatakan sebaran sampah di suatu wilayah jadi kendala tumbuhnya industri daur ulang sampah. Menurutnya, perlu ada data terkait jumlah dan jenis sampah. Dengan begitu, para investor akan siap berinvestasi membangun industri daur ulang sampah.
Pihaknya telah membuat platform waste collector untuk lebih mengorganisir proses pengumpulan sampah. Melalui platform tersebut, bisa terlihat ragam sampah yang muncul di suatu wilayah. Selain itu, pihaknya juga membangun sistem untuk memilah bahan daur maupun bukan.
“Industri kesulitan menemukan bahan-bahan yang menguntungkan. Tidak ada data misal daerah Sumatra tipe dan jumlah (sampah) yang terkumpul berapa. Lokasi dan kapasitasnya bagaimana juga belum tahu,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Ma’rup