Jakarta (Greeners) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan kepiting tiga warna di Gunung Kelam, Kalimantan Barat. Kepiting jenis baru itu bernama Lepidothelphusa menneri.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Daisy Wowor bersama tim dari National University of Singapore resmi mempublikasikan penemuan kepiting tiga warna tersebut pada jurnal Zootaxa Nomor 5397 Volume 2 tanggal 4 Januari 2024. Dalam literasi ilmiah tercatat, kepiting marga Lepidothelphusa sebelumnya pernah ditemukan Colosi pada tahun 1920 di Sarawak.
Kepiting berukuran mini ini memiliki kombinasi warna yang sangat cantik dan unik. Karapasnya (punggung) licin dengan pola tiga warna yang kontras. Sepertiga bagian tubuhnya, mulai dari bagian kepala dan mata berwarna kuning cerah hingga oranye. Sementara, bagian tengahnya berwarna cokelat tua hingga hitam keunguan. Kemudian, sisa sepertiga bagian posteriornya berwarna pucat hingga biru cerah.
BACA JUGA: Landasi Pengembangan KRB dengan Kaidah Ilmiah dan Konservasi
Keunikan lainnya dari kepiting ini terlihat pada bentuk dua capitnya yang besar sebelah. Capit kanannya lebih kecil dari yang kiri. Kondisi capit kiri yang lebih kecil bukan karena pernah terpotong lalu tumbuh lagi, melainkan memang ciri morfologinya yang khas.
”Memiliki tubuh berukuran kecil dengan ukuran sekitar 10 mmx 8.8 mm, kami pastikan kepiting ini bukan jenis pemanjat. Untuk menemukannya pun perlu ketelitian, karena kepiting ini hidup di tepi anak sungai yang dangkal dengan substrat kerikil dan batu. Kepiting ini sangat suka bersembunyi di balik serasah daun dan akar,” jelas Daisy lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (9/3).
Masih Sulit Menentukan Status Konservasi
Daisy menambahkan, susah menentukan status konservasi kepiting jenis baru ini. Sebab, wilayah penyebarannya belum secara tepat diketahui. Kolektor lokal saat ini sedang marak mengumpulkanya untuk diperdagangkan ke Singapura, Cina, dan Eropa.
“Mengingat sebagian besar spesies Lepidothelphusa mempunyai ukuran induk yang kecil dengan kemampuan bertelur yang terbatas, yakni sekitar 21 butir. Diperkirakan eksploitasi jenis ini sebagai peliharaan tentu berpotensi menimbulkan ancaman. Sehingga, perlu pertimbangan untuk menentukan status spesies ini rentan,” ujar Daisy.
BACA JUGA: Pinang Jawa, Endemik Pulau Jawa Terancam Punah
Sementara itu, etimologi nama spesies baru ini berasal dari nama Jochen K. Menner. Ia adalah orang yang pertama kali memberi tahu penulis tentang keberadaan spesies ini di Kalimantan yang kemudian memfasilitasi pengumpulan spesimen dengan penduduk di Sintang untuk tujuan penelitian.
Lebih jauh ia menuturkan, genus ini terbagi dalam enam spesies. Di antaranya Lepidothelphusa cognettii, L. flavochela, L. limau, L. loi, L.padawan, dan L. sangon. Semua spesies tersebut dari Sarawak bagian barat, Malaysia Timur.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia